Suasana di pelataran puncak Gunung Lawu pada tanggal 1 Suro lalu, tepatnya Minggu (18/10), terlihat sangat meriah. Para pendaki yang berhasil mencapai puncak meluapkan kegembiraan dengan saling berfoto dengan latar belakang tugu penanda yang ada di puncak gunung setinggi 3.265 meter dpl berikut awan indah di punggung gunung. Kegembiraan itu seolah sebagai penebus perjuangan para pendaki yang semalam sebelumnya berjuang keras untuk mencapai puncak.
Sudah menjadi kebiasaan, saat bulan Suro, gunung yang berdiri gagah di perbatasan propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah itu selalu dipenuhi para pendaki dari berbagai daerah. Gunung yang dalam mitosnya pernah menjadi tempat pelarian Prabu Brawijaya setelah dikalahkan Raden Patah dari Demak tersebut seolah memiliki magnet tersendiri.
Rasa capek perjalanan semalam hilang begitu sampai di puncak,” kata Dita Kurniawan (18). Setelah puas menikmati keindahan puncak Gunung Lawu, sekitar pukul 08.00 pagi, Dita bersama 15 rekannya turun. Namun, kali ini dia memilih lewat jalur Cemoro Sewu, Magetan, sementara ketika berangkat dia lewat Cemoro Kandang, Karanganyar (Jateng).
“Waktu berangkat terpaksa naik lewat Cemoro Kandang, soalnya Cemoro Sewu ditutup karena ada kebakaran meski katanya sudah padam,” papar siswa kelas 2 SMK Yosonegoro, Magetan tersebut. Pendakian melalui Cemoro Kandang lebih enak dan tidak seberapa curam, meski berliku-liku, sehingga jaraknya jadi lebih jauh. Berbeda dengan pendakian melalui Cemoro Sewu, jalannya terjal namun jaraknya lebih pendek. “Kami memutuskan lewat Cemoro Sewu, sebab selain singkat, juga mau ambil air minum di mata air karena sudah kehabisan,” ceritanya.
Baca: Kronologi Musibah Gunung Lawu yang Tewaskan Pendaki
Namun, ketika perjalanan sampai di Pos 4 menuju Pos 3, Dita yang berjalan mendahului 14 teman lainnya melihat ada firasat tidak baik...
Gandhi Wasono M.