Anton Diaz, seorang jurnalis mode senior menceritakan pengalaman dan kekagumannya saat kembali menginjak ruang peragaan busana karya Obin di Jakarta Fashion Week 2016 kemarin. Menurut Anton, Obin bukanlah sekedar 'Tukang Kain', Obin adalah pelestari warisan budaya, tentunya dengan caranya sendiri. Setidaknya, ini yang Anton rasakan selama pagelaran bertema 'Jakarta Beat' kemarin. Anton pun memilih Tradivolusi, yakni sebuah kata yang pantas mewakili sosok, pemikiran, maupun setiap karya Obin. Mengapa? karena tradisi tidak selalu tradisional. Tradisi bisa berpenampilan mutakhir, tradivolusi.
Jujur, sejak mengenalnya di tahun 90-an, ketika ia meluncurkan batik white on white untuk pertama kalinya, tak pernah sekalipun saya melewatkan pergelaran busana tahunan Obin. Selalu ada suatu hal baru yang bisa dijadikan sebagai sumber inspirasi.
Jika ada yang mengatakan koleksinya dari tahun ke tahun itu-itu saja, itu hak mereka. Sebaliknya, muncul perasaan iba akan kelompok tersebut. Mereka hanya bisa melihat apa yang ditangkap oleh indra. Padahal, karya Obin, si “tukang kain”, seharusnya ditangkap tidak hanya dengan indra tetapi juga dengan hati.
Baca: Dajak: Ornamen Khas Dayak pada Busana Siap Pakai dari DINIRA
Saya sarankan, tidak usah repot mengantre di peragaan busana Bin House, jika hanya mengharapkan koleksi dengan gaya, garis, atau desain yang selaras dengan kecenderungan mode mutakhir. Jika Anda datang dengan cara pandang seperti itu ke peragaan busana Obin, lebih baik tak usah! Sebaliknya, kalau Anda ingin mengagumi warisan budaya, yang sudah menjadi detak dan napas manusia Indonesia ratusan bahkan ribuan tahun lalu, monggo kerso. Sangat disarankan.
Contohnya di peragaan busana 'Jakarta Beat' Obin di Jakarta Fashion Week 2016 kemarin. Kepiawaiannya mengolah kain tak usah diragukan. Kain dibatik, kain ditenun, kain dicabut benang, dijelujur, sebut saja semua teknik yang bisa diterapkan pada kain, rasanya sudah ia kembangkan dan terapkan di setiap peragaan busana, termasuk Jakarta Fashion Week 2016.
Baca: Monika Jufry Usung Busana Hijab Nuansa Korea di Jakarta Fashion Week 2016
Diawali dengan corak tambal yang tampil sangat istimewa. Digarap dengan permainan warna sehingga tampil berkesan muda, dinamis, gahar, militer, lewat koleksi jumpsuit. Tak mau terbatas dengan corak, muncul pula koleksi yang berkesan maskulin, dinamis dengan permainan warna-warni gelap semacam coklat, biru tua, merah bata dengan aneka olehan sorjan sebagai busana bagian atas. Nuansa monokromatik yang enerjik dan sangat dinamis muncul pada koleksi berikutnya yang diakhiri koleksi dengan sentuhan tradisional dengan aneka kain berwarna-warni.
Namun ada satu unsur yang tampak selalu muncul dari awal hingga akhir peragaan. Kadang dominan, namun kadang dibagian tertentu tampak resesif, kebaya. Tidak salah? Tidak salah sama sekali!
Baca: Busana Tenun Badui Kontemporer dari LEKAT di Jakarta Fashion Week 2016
Kebaya sebagai busana tradisional Indonesia yang biasa dipakai pada saat resmi atau semi resmi kali ini digarap serius. Tanpa mengutak-atik kebaya secara ekstrim, siang itu kebaya bergaya kutubaru tampil dengan berbagai wajah dan warna. Tak tercekik oleh tumpukan payet atau harus berhias kristal dan batu mulia.
Di tangan Obin dan timnya Wita, kebaya tampil muda, gaya, dan berkelas, dengan daya pakai yang sangat tinggi. Kebaya juga muncul begitu ringan, cantik, anggun serta bisa dipakai siapa saja, dan dengan waktu dan suasana apa saja. Sebuah unsur tradisi dengan wajah yang sangat kekinian.