Hidup tak ubahnya seperti roda. Ya, kadang berada di atas, kadang berada di tengah-tengah atau bahkan di bawah. Banyak orang berpikir jika kekayaan serta kekuasaan yang hanya mudah berubah dalam waktu sekejap saja. Nyatanya, kesehatan dan nyawa pun dapat menjadi taruhan hidup.
Barangkali ini yang mungkin dialami oleh Samantha Barbara, ibunda dari model sekaligus artis Chelsea Islan. Kisah perjuangan ibunda Chelsea Islan melawan kanker payudara terasa begitu menyedihkan, namun juga menyentuh dan menginspirasi kita sebagai perempuan. Kepada tabloidnova.com, Ibunda Chelsea Islan bercerita soal perjuangannya untuk sembuh dari kanker payudara.
Baca: Shanty Persada: Tak Ada Waktu Bersedih Berjuang Melawan Kanker Payudara
Dunia Gelap Bagi saya, hidup setelah divonis kanker payudara adalah hidup pada kesempatan kedua. Setiap menitnya sangat berharga. Jadi, sebisa mungkin saya manfaatkan untuk sesuatu yang positif. Bukan hanya untuk saya, tapi juga bermanfaat bagi banyak orang. Sekecil apa pun, saya manfaatkan waktu untuk sesuatu yang terbaik.
April 2013, saya pertama kali melakukan screening payudara melalui USG di salah satu klinik di Jakarta. Sebelumnya saya tidak pernah tahu SADARI. Saya juga belum paham bahwa sebagai perempuan, kita harus periksa bagian atas dan bawah. Saya hanya melakukan papsmear saja selama bertahun-tahun. Saya pun tak pernah mengalami atau merasakan gejala sama sekali. Saya juga tidak pernah merasa sakit. Sehingga, ketika hasil USG menunjukan sesuatu yang mencurigakan, saya kaget. Ada tumor sebesar 2,5 - 3 cm di dasar payudara.
Saya lantas mencari second opinion di Singapura. Dokter di sana juga menyatakan saya positif kena kanker payudara. Dokter di Singapura berkata, “Samantha, I am so sorry. This is 99% breast cancer. Looking at your condition and position of the tumor, we have to do mastectomy. Then some 6-12 times chemotherapy and radiation.”
Baca: Kanker Payudara: Makin Cepat Ditangani Makin Bisa Sembuh
Dunia gelap dan serasa berhenti berputar. Yang saya lihat hanya mulut dokter yang bergerak pelan laiknya adegan slow motion saat menyampaikan vonis itu. Demi meyakinkan diri, kembali saya melakukan pemeriksaan ketiga di sebuah Rumah Sakit di Jakarta. Dan lagi, dokter menyatakan bahwa saya positif kanker payudara stadium 2B!
Saya merasa seperti bermimpi, tak percaya vonis tersebut. Saat itu saya ditemani teman saya, Dana Iswara, yang juga seorang survivor. Saya bilang sama dia dan suami saya, “Tolong enggak usah bilang ke siapa-siapa, ini hanya untuk kita bertiga.”
Selama dua minggu sejak vonis dokter ketiga itu, saya googling dan mencari metode-metode penyembuhan kanker. Ketika itu saya juga bilang ke suami, Indra Budianto, saya mau meditasi dan tinggal di Ubud, Bali, saja. Saya enggak mau diapa-apain. Suami bilang, “Aku ini partner kamu, kamu sangat penting buat anak-anak dan buat aku. Kamu harus sembuh dan kamu harus memberiku kesempatan untuk membantumu sembuh. Kamu harus segera menjalankan treatment medis. Kalau sama kanker, kita enggak bisa main-main dan setengah-setengah.”
Baca: Duh, Jauhi Pengobatan Medis Perburuk Kondisi Kanker Payudara!
Saya sangat bersyukur suami sangat mendukung, memerhatikan serta menemani saya siang-malam. Selama saya menjalani kemo, muntah-muntah dan ketika kepala saya bernanah karena efek kemo, dia selalu ada di samping saya. Dia membersihkan luka dan nanah-nanah di kepala saya, menyiapkan teh atau makanan jika saya butuh, meskipun itu jam dua malam! Semua itu memberi saya semangat untuk fokus pada kesehatan.
Intinya, ketika seseorang jatuh, apalagi karena kanker payudara, selain memberi semangat dan berpikiran positif, kita harus punya goal untuk hidup kembali. Goal saya adalah supaya bisa terus bersama suami dan melihat anak-anak saya.
Klik halaman selanjutnya soal kisah perjuangan Ibunda Chelsea Islan melawan kanker payudara
Edwin Yusman F./TabloidNova