2. Jamiin/Jombang (Kategori Kesehatan)
“Merangkul Jiwa-Jiwa Kembara” - Sejak 2003, Jamiin merasa terpanggil untuk menolong dan merawat para penderita gangguan jiwa. Rumah yang berdiri di atas tanah pribadinya seluas 6500 meter persegi, ia gunakan untuk menampung dan merawat para penderita gangguan jiwa. Pada 2005, ia membangun yayasan dengan nama Yayasan Penuh Warna. Namun, karena hanya bersifat sosial, satu per satu pengurus yayasan meninggalkannya bersama 113 orang penderita gangguan jiwa. Kendati sempat kebingungan bagaimana harus menghidupi mereka, Jamiin terus bekerja keras merawat para “anak asuhnya” dari hasil berkebun dan mendirikan sebuah warung makan.
3. Kuswanto Nurhadi/Solo (Kategori Pendidikan)
“Pelita Dalam Gulita” - Pendiri TPA Tuna Netra Al-Ikhwan sejak tahun 94, Kuswanto mendirikan TPA khusus penderita Tuna Netra, di Solo, Jawa Tengah. Terdorong atas keprihatinannya melihat masih rendahnya kurikulum SLB yang mengajarkan agama, Kuswanto kemudian merelakan hartanya berupa tanah dan rumah, untuk membangun TPA khusus penderita tuna netra secara gratis. Pengajarnya pun kebanyakan merekrut penderita tuna netra. Bekerja sebagai dosen teknik di UTS, Kuswanto juga membuka usaha air kemasan isi ulang, untuk membiayai kegiatan TPA-nya.
4. Wa Ode Sabariah/Sulawesi Tenggara (Kategori Kewirausahaan)
“Koperasi Penguat Ekonomi Petani” - 16 tahun sudah koperasi BUKP MATA MOSOBU didirikan, awalnya dari sebuah arisan desa dengan tujuan mengelola keuangan rumah tangga warga desa dengan baik. 50% dana koperasi ini untuk biaya pendidikan, 30% untuk modal usaha dan 20% untuk biaya perbaikan tempat tinggal. Saat ini banyak petani dan nelayan yang sudah menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi.
5. Eva Susanti Bande/Sulawesi Tengah (Kategori Hukum dan Keadilan)
“Perempuan Pejuang Agraria” - Eva Bande adalah seorang aktivis perempuan pejuang agraria. Dia memimpin Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS), sebuah organisasi rakyat yang memperjuangkan hak-hak petani untuk mendapatkan tanah yang dirampas para pemilik modal di Sulawesi Tengah. Selepas menamatkan SMA di kota kelahirannya, ibu 3 anak itu melanjutkan pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Tadulako. Eva lulus sebagai sarjana pada 1998.
6. Afrida Erna Ngato/Maluku Utara (Kategori Budaya)
“Budaya Pagu Terkikis Waktu” - Afrida Erna Ngato, bergelar Sangaji Pagu adalah Kepala Suku Pagu, Halmahera Utara. Ia memperjuangkan wilayah adat dan kebudayaan suku Pagu yang terancam punah. Salah satu langkah Afrida, adalah dengan membentuk sekolah adat yang mengajarkan pengetahuan lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat di Pagu, mulai dari budayanya, serta hak-hak mereka atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam. Harapannya adalah agar para pemuda adat tahu budaya, nilai-nilai kearifan lokal dan hak adat mereka baik atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam, supaya tidak lagi terjadi krisis identitas di kalangan mereka.
7. Aiptu Nanik Yulianti/Nganjuk (Kategori Pelayanan Publik)
“Penolong kaum Terpasung” - Seorang anggota polwan di Polresta Nganjuk, Jawa Timur gemar melakukan aksi sosial ke masyarakat yang tidak mampu. Meski sering dicemooh karena dianggap cari muka, polwan satu ini tidak pantang mundur. Puluhan penderita gangguan jiwa terpasung di bebaskan begitu juga penderita tumor dan kanker yang tidak mempunyai biaya. Ialah Aiptu Nanik Yuliani, salah satu anggota polwan Polsek Warujayeng. Dia berbeda dengan anggota polisi lainnya. Selain menjalankan tugasnya sebagai Babinkamtibmas, janda tiga anak ini disela-sela menjalankan tugasnya sebagai anggota polisi, kerap menjenguk warganya tersebut atau jika diperlukan mengantar mereka ke puskesmas atau rumah sakit setempat hingga keluar kota agar mendapat penanganan medis. Sudah banyak penderita gangguan jiwa di Kabupaten Nganjuk yang sebelumnya hidup terpasung kini bisa sembuh setelah dibawa berobat gratis di rumah sakit.
8. Marini/Jakarta (Kategori Olah Raga)
“Medali Istimewa dari yang Istimewa” - Sejak tahun 2003, tertarik melihat anak-anak berkebutuhan khusus yang selalu riang, tak pernahh mengeluh, dengan segala keterbatasan mereka. Sebagai atlit berkebutuhan khusus melatih mereka membutuhkan kesabaran tinggi, harus menggunakan hati, dan yang paling penting adalah berusaha menjadi bagian dari anak-anak didiknya itu.Marini berkorban, meninggalkan kelaurga untuk fokus melatih atlit-atlinya, ia pun kerap diprotes anak-anaknya, apalagi untuk persiapan Special Olympics di Amerika, Namun prestasi demi prestasi akhirnya ia lebih didukung. Marini yakin bahwa, atlit-atlit yang berkebutuhan khsuus harus tetap mendapat dukungan dari semua pihak. “Mereka sudah membuktikan kepada tanah air, sudah memberikan medali emas, karena itulah mereka pantas disejajarkan dengan atlit-atlit yang melegenda”
9. Ady Indra Pawennari/Riau (Kategori Inovasi Teknologi)
“Pendekar Lahan Tandus” - Bagi sebagian besar masyarakat pesisir, sabut kelapa mungkin menjadi limbah yang tak berharga.Namun di tangan Ady Indra Pawennari, sabut kelapa tersebut menjadi bahan komoditas bernilai yang menghasilkan rupiah. Ady menawarkan konsep penyelamatan lingkungan dengan teknik reklamasi dan revegetasi lahan kritis dan pasca tambang menggunakan media sabut kelapa. Konsep yang ditawarkannya tentu saja disertai argumentasi secara ilmiah dan ujicoba lapangan yang telah dilakukan BPPT di lahan pasca tambang batubara di Kalimantan Timur dan lahan pasca tambang nikel di Sulawesi Tenggara.