Terapi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus, Lebih Cepat Lebih Baik

By nova.id, Minggu, 6 Desember 2015 | 02:05 WIB
Terapi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus, Lebih Cepat Lebih Baik (nova.id)

Tabloidnova.com - Terapis dari AMG Klinik di kawasan Dewi Sartika, Jakarta Timur, Kurnia Rita, Amd, OT, menjelaskan, ada berbagai metode terapi untuk membantu anak berkebutuhan khusus. Menurutnya, penting bagi orangtua untuk bisa segera berkonsultasi dan melakukan assessment agar anak mendapatkan treatment yang tepat. Terlebih ketika usia anak berumur 2 tahun dan terlihat mengalami keterlambatan dalam hal tumbuh kembang. Terapi yang dimulai lebih cepat juga akan memengaruhi kemajuan perkembangan anak.

Terapi Wicara

Terapi wicara merupakan terapi yang diberikan untuk mengembangkan kemampuan berbicara atau bahasa secara baik sesuai dengan norma bahasa yang ada. Lewat terapi ini, diharapkan anak dapat mengekspresikan dan berkomunikasi dengan baik, tak hanya kepada orangtua tetapi juga lingkungan sekitarnya.

Sebelum mendapatkan terapi wicara, anak akan mendapatkan observasi danassessment terlebih dahulu. “Dengan observasi akan ketahuan apa yang terjadi pada anak dan terapinya pun sesuai dengan kebutuhan. Misalnya jika yang terganggu oral motornya maka materi yang diberikan adalah melatih oral motornya,” kata Rita.

Banyak gerakan yang mampu merangsang agar oral motor anak dapat dilatih maksimal, dimulai dengan memberikan pijatan di pipi dan rahang, mengolah nafas, mengisap, dan masih banyak lagi. Untuk terapi wicara, anak ditangani terapis dengan sistem one on one alias secara personal sehingga terapis bisa terus memantau perkembangannya. Durasi satu sesi terapi lamanya sekitar satu jam. Umumnya terapi wicara ini diberikan kepada ABK yang mengalami speech delay, ADHD, autisma, palsi serebral dan sindroma down.

Untuk memantau perkembangan anak, evaluasi wajib diinformasikan kepada orangtua. “Biasanya setiap 3 bulan sekali ada laporan yang menyertakan hasil perkembangan anak kepada orangtua. Apabila memang perkembangannya bagus, terapis akan merekomendasikan untuk mengakhiri sesi terapi,” jelas Rita. Namun, Rita menambahkan, kerjasama dan keterlibatan orangtua di rumah juga turut memengaruhi perkembangan bicara anak.

Untuk biaya, masing-masing klinik memiliki tarif berbeda-beda. Namum umumnya berkisar dari Rp1,6juta untuk 8 sesi pertemuan.

Terapi Okupasi

Terapi okupasi ini sangat membantu ABK. Terapi Okupasi dapat melatih anak untuk bisa mengolah, melengkapi dan memperlakukan lingkungannya sedemikian rupa hingga tercapai peningkatan, perbaikan dan pemeliharaan kemampuan anak. “Penekanannya pada sensomotorik dan proses neurologi. Terapi ini tidak hanya membantu tumbuh kembangnya saja, tetapi juga membuat anak lebih mandiri dalam kegiatan sehari-hari,” jelas terapis yang memulai profesinya dengan menjadi terapis okupasi.

Sebagai contoh, pada anak yang hiperaktif maka tujuan terapi ini adalah untuk meminimalisir hiperaktivitasnya, sedangkan pada anak yang hypoaktif, terapi ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitasnya. Pada terapi okupasi, anak juga dilatih berkonsentrasi agar memiliki daya tahan aktivitas yang normal.

“Banyak teknik yang digunakan pada terapi okupasi mulai dari berkomunikasi dengan tatap mata, bermain puzzle, meronce, menyamakan bentuk. Bagi yang mengalami gangguan pada motorik juga akan diberi beberapa kegiatan untuk memberi rangsangan. Misalnya untuk anak palsi serebral yang tidak kuat duduk dan menopang tulang belakang akan diberi latihan untuk berjalan, yang tidak kuat mengontrol leher akan dilatih agar stabil. Semua disesuaikan dengan kebutuhan anak,” sahutnya lagi.

Terapi okupasi diberikan kepada anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan, kesulitan akademis, keterampilan dan kemandirian, termasuk di dalamnya autisma, hiperaktif ataupundeficit disorder, sindroma down, ADHD, palsi serebral, development disorder, keterlambatan wicara dan anak yang mengalami gangguan proses pendengaran serta perilaku. Treatment yang diberikan pun juga dengan teknik dan metode yang berbeda oleh terapis yang menangani anak secara personal.