Resto Olahan Kepiting, Surga Para Penikmat Kepiting

By nova.id, Sabtu, 9 Januari 2016 | 03:50 WIB
The Holy Crab, sensasi kepiting 4 juta. (nova.id)

The Holy Crab, Sensasi Kepiting 4 Juta

Walaupun baru berdiri sejak Maret 2014 lalu, Resto The Holy Crab di Jalan Gunawarman, Jakarta Selatan, langsung mendapat tempat istimewa di kalangan penikmat olahan kepiting. Pasalnya, tak hanya dikenal memberikan kualitas super pada kepiting impornya, The Holy Crab juga mengenalkan konsep yang berbeda dan menjadi tren setter.

Rika Fardani, Marketing Manager The Holy Crab, menjelaskan, “Restoran seafood ala Louisiana ini digagas oleh Albert Wijaya, pemilik sekaligus eksekutif chef yang juga membuat semua menunya.” Albert pernah tinggal lama di Amerika mengambil studi kuliner. Ketika pulang ke tanah air, Albert melihat peluang karena belum ada konsep restoran seafood yang menyajikan makanan tanpa peralatan makan.

Ditambahkan Rika, dengan konsep restoran seafood ala Louisiana, para penikmat olahan kepiting dibawa dalam suasana yang berbeda. “Selain mengenalkan cara makan yang lebih praktis dengan tangan, sensasi seafood ala Louisiana lainnya adalah saus Cajun dengan 4 level kepedasan, mild, medium, spicy sampai holy moly. Ada pula saus garlic pepper yang juga menjadi favorit pelanggan,” ujarnya berpromosi.

Ya, untuk menyantap kepiting di resto ini, pelanggan harus menikmatinya hanya dengan tangan, tanpa ada peralatan makan seperti piring, sendok atau garpu. Menu langsung disajikan di atas meja kayu berukuran cukup besar yang dialasi kertas. Agar baju pelanggan tidak kotor, disediakan celemek dari plastik.

The Holy Crab yang bernaung di bawah Holding Company Ersons Foods ini memiliki segmen pelanggan menengah ke atas. The Holy Crab ini memang menyediakan seafood impor dan lokal dengan kualitas terbaik. Kepiting impor misalnya Dungeeness Crab dari Amerika, King Crab Legs dari Alaska, Snow Crab Legs dari Alaska, dan Canada Lobster. Sementara kepiting lokal seperti udang, kerang, mud crab dan crawfish.

Harga yang ditawarkan untuk Dungeness Crab seberat 1kg mulai dari Rp1 juta sampai Rp1,2juta. Sementara minuman mulai Rp18.000, snack mulai Rp20.000 sampai Rp180.000. “Untuk seafood, harga kami berikan per 100gram. Misalnya King Crab Legs ada yang dijual sekitar Rp400.000 sampai Rp500.000. Ada juga Live King Crab yang dihargai sekitar Rp4 juta dengan berat 2kg. Pernah ada pelanggan yang pesan 2 Live King Crab untuk santap bersama keluarga besar,” jawab Rika.

Khusus untuk Live King Crab, Rika menyarankan pelanggan memesannya dua hari sebelumnya. “Soalnya kepiting ini, kan, besar, di restoran tidak ada aquarium yang bisa menampung. Makanya harus dipesan dua hari sebelumnya. Pokoknya, harga yang kami tawarkan dengan kualitas yang kami berikan sangat reasonable kok,” sahut Rika.

Menu Makan siang

Selain menawarkan kepiting premium, The Holy Crab belum lama ini menambah menu baru dengan harga yang lebih terjangkau. “Bulan November lalu kami mengenalkan menu makan siang. Biasanya kami buka pukul 17.00 hingga 22.00 kecuali Jumat, Sabtu dan Minggu. Nah, sekarang kami buka pukul 12.00 sampai 15.00, dan break sampai jam 17.00. Ternyata, banyak pelanggan yang mengusulkan menu makan siang dan buka di siang hari, apalagi di sekitar sini banyak perkantoran bisnis,” jelas Rika.

Masih dengan konsep ala Louisiana, menu makan siang yang ditawarkan pun praktis dan mudah disantap pelanggan. “Dengan waktu makan siang yang cukup singkat, maka menu yang ditawarkan memang yang praktis seperti Rolls (sandwich udang atau kepiting yang disajikan bersama sup dan Cajun fries), Crab Cake Burger (burger Kepiting yang disajikan dengan Cajun fries), dan Crispy Fish Burger,” lanjutnya.

Ada pula menu nasi seperti mixed seafood dirty rice (nasi dengan potongan hati ayam dan campuran seafood dengan saus cajun), kemudian Creole rice (nasi dicampur udang atau kepiting dengan saus Cajun) serta jambalaya (nasi dicampur dengan seafood, tomat dan berbagai rempah).

Selain di Jakarta, The Holy Crab juga membuka outlet di Seminyak, Bali, Februari 2015 lalu. “Responsnya luar biasa, pelanggan didominasi turis mancanegara. Nah, di sana kami berusaha mengenalkan local taste dengan menu Kepiting Bumbu Bali. Kepiting dengan sambal matah ini dengan cepat menjadi favorit pelanggan di sana,” lanjut Rika.

Tak cuma makan di tempat, pelanggan yang tak mau repot beranjak dari rumah bisa menikmati olahan kepiting The Holy Crab menggunakan jasa delivery, bekerjasama dengan beberapa agen delivery seperti GoJek, dan lainnya.

Untuk promosi, The Holy Crab mengenalkan konsep makan ala Louisiana ini lewat sosial media. Tak hanya keluarga, The Holy Crab juga bisa menjadi referensi untuk agenda gathering atau meeting. Resto dua lantai berkapasitas hingga 150 orang ini menawarkan paket dengan minimum pax mulai dari Rp500.000 per orang.  

The Flying Crab, Bumbu Istimewa Jadi Rahasia Hobi memasak dan sering mengadakan pesta makan kepiting bersama teman-teman membuat dua sahabat, Andara dan Joanna, memutuskan memulai bisnis The Flying Crab. Berlokasi di kawasan Kemang, The Flying Crab yang beroperasi pukul 7 hingga pukul 12 malam ini sebulan belakangan ramai dikunjungi penikmat olahan kepiting.

Andara dan Joanna sudah bersahabat sejak kecil, keduanya juga penikmat kepiting. “Jadi sudah tidak asing rasanya kalau kami berbisnis makanan yang kami suka. Ini juga usulan dari teman-teman yang sering crab party di rumah,” jelas gadis kelahiran 27 November 1985 ini.

Nama The Flying Crab sendiri menurut Andara diambil karena cara memasaknya yang cukup unik. “Nama ini terinspirasi dari gaya saya saat memasak kepiting. Agar kepiting bisa menyatu dengan bumbu dan lebih nikmat, saya memasaknya dengan mengangkat dan menerbangkannya di atas wajan. Enggak tahu, deh, nama tekniknya apa. Ha ha ha. Saya belajar masak hanya secara otodidak, kok,” jawabnya singkat.

Dijelaskan oleh Andara bahwa yang berbeda dan menjadi kelebihan The Flying Crab adalah resep bumbu istimewa yang ia rahasiakan. “Bumbu ini yang membuat olahan kepiting kami berbeda dengan yang lain. Biasanya, tekstur bumbu kepiting itu kebanyakan kari, sementara olahan kami bumbunya bertekstur. Bahkan ada beberapa pelanggan yang biasanya menikmati kepitingnya dulu sampai habis baru kemudian menyantap nasi yang diaduk dengan bumbu,” lanjut Andara.

The Flying Crab juga menyiapkan menu lain seperti udang bakar dengan sambal matah. Harganya pun cukup terjangkau. Kepiting dengan ukuran medium misalnya dibanderol Rp260.000, kepiting dengan ukuran besar dihargai Rp360.000, sedangkan udang bakar sambal matah bisa dinikmati hanya dengan Rp110.000.

Pilih Panci

Tak heran, pelanggan The Flying Crab semakin hari terus bertambah sehingga kebanjiran pesanan. “Memang, karena tempatnya belum bisa menampung banyak pelanggan kebanyakan memilih untuk delivery. Untuk delivery kami memang menggunakan jasa Gojek dan memberikan free ongkir alias tidak dikenakan biaya,” sahutnya lagi.

Promosi The Flying Crab juga digarap maksimal oleh Andara dan Joanna. “Promosi lewat sosial media seperti Instagram memang kami maksimalkan. Dukungan teman-teman public figure pun turut membantu, seperti Baim Wong, Malvino juga Indra Bekti yang ternyata penggemar kepiting dan merekomendasikan kepiting olahan kami,” jelas Andara.

Soal bahan baku, Andara memang mengaku kesulitan bersaing dengan supplier. “Saya masih belanja sendiri agar bisa mendapat kualitas kepiting terbaik. Tantangannya, ya, harus bersaing dengan para supplier yang cukup banyak. Kami juga memilih kepiting lokal seperti kepiting bakau jantan yang digunakan sebagai bahan baku utama,” ungkap Andara.

Penyajian The Flying Crab juga memiliki keunikan sendiri. “Kami memilih menggunakan panci untuk menyajikan kepiting. Selain berbeda dengan kebanyakan resto kepiting lain, panci juga penghantar panas yang baik jadi kepiting bisa hangat lebih lama dan tetap enak disantap,” jawabnya.

Kedua sahabat ini kini tengah mempersiapkan tempat baru yang akan mereka tempati 5 bulan lagi. “Rencananya kami akan pindah ke tengah yang lebih nyaman dan bisa memuat banyak pelanggan. Informasi akan diupdate lewat sosial media. Sementara untuk jasa pengiriman tidak berubah,” tutup Andara.

Swita Amalia