Anak Laki-Laki Suka Main Boneka, Kapan Ibu Perlu Khawatir?

By nova.id, Senin, 24 April 2017 | 04:45 WIB
Anak laki-laki main boneka? Tak perlu khawatir, asal Anda tahu batasnya. (nova.id)

“Adek, kan, perempuan, kok, manjat-manjat dan main pistol?” kata seorang ibu pada anaknya. Ibu yang lain berujar, “Ih, masak anak laki-laki senang main boneka!”

Ya, kita mungkin sering mendengar ucapan-ucapan seperti itu. Banyak orangtua khawatir ketika mendapati anak laki-laki main boneka atau sebaliknya, anak perempuan suka memanjat pohon.

Menurut Wara Rahmawati, M.Psi, Psikolog., psikolog di Lembaga Psikologi Jagaddhita, tidak mengherankan ada pro-kontra mengenai kategorisasi alat bermain tersebut karena memang ada stereotip dalam masyarakat bahwa laki-laki identik dengan mobil serta boneka untuk anak perempuan.

Stereotip Alat Bermain

“Stereotip tersebut bisa disebut sebagai stereotip gender, yang berkaitan dengan keyakinan yang luas tentang perilaku yang tepat bagi laki-laki dan perempuan,”papar psikolog dari Poliklinik Psikologi dan Kesehatan Mental Atlet Rumah Sakit Olahraga Nasional ini.

Stereotip tersebut yang memunculkan kesepakatan tidak tertulis mengenai kategorisasi alat bermain anak sesuai gendernya. Stereotip ini tidaklah selamanya buruk, tapi juga tidak semuanya baik.

BACA: Anak Laki-Laki vs Anak Perempuan, Haruskah Diperlakukan Beda?

Penelitian Golombok (2009) mengungkapkan, perilaku bermain boneka pada perempuan dan bermain mobil pada anak laki-laki meningkat pada masa usia prasekolah dan akan terus dilakukan hingga usia 8 tahun. Ini karena secara naluriah anak-anak akan mencari kenyamanan dengan anak lain yang mempunyai kesamaan lebih banyak.

Plus Minus Gender pada Permainan

Anak usia tersebut juga cenderung berkelompok sesuai gendernya. Membedakan mainan berdasarkan gender bisa menjadi salah satu media belajar anak untuk mengenal diri dan perbedaan dengan lawan jenis.

“Namun di sisi lain, hal tersebut membuat anak terpaku hanya pada satu pilihan saja, sehingga pandangannya menjadi kurang luas. Ia akan mengotakkan diri dalam bergaul, malu ketika harus bermain dengan lawan jenis, yang justru membuat kemampuan sosial mereka kurang berkembang dengan optimal.”

Oleh karenanya, orangtua perlu memasukkan unsur pembelajaran peran gender pada anak laki-laki dan perempuan dalam bermain. “Boneka dan mobil-mobilan adalah sarana bermain sehingga seharusnya bisa dimainkan oleh siapa saja. Peran penting justru ada di orangtua bagaimana mengenalkan perbedaan peran gender pada anak melalui mainan-mainan tersebut,” jelas Wara.

Alat Permainan Itu Universal

Pada hakikatnya, bermain adalah suatu kegiatan yang universal. Bemain dapat dilakukan oleh siapa saja, baik laki-laki aupun perempuan. 

Nah, anak laki laki yang bermain boneka dan alat make up tidak dapat langsung dilabel mengarah ke wanita. Namun mereka memang perlu jenis permainan yang berbeda.

BACA: 7 Pola Asuh Penyebab LGBT 

Misal, boneka diajak naik mobil-mobilan sebagai penumpang atau boneka gajah menjadi temannya menolong boneka monyet yang lagi sakit.

Sebaliknya, perempuan yang suka memanjat atau bermain pistol belum tentu dikategorikan sebagai anak yang tomboi. Bisa jadi dia sangat mengidolakan ibu polwan yang menolongnya menyeberang jalan. Dengan asosiasi bahwa polisi memiliki pistol maka anak perempuan ini bermain pistol seolah-olah sedang menolong orang.

Jadi, semua tergantung peran apa yang dilekatkan pada alat bantu bermain tersebut dan bagaimana anak menanggapi stimulus yang tercipta. Melalui bermain, baik menggunakan alat atau tidak, anak belajar mengembangkan konsep diri sesuai dengan jenis kelamin dan peran gender yang diharapkan kepadanya.

“Yang perlu diperhatikan orangtua adalah apakah respon anak sesuai dengan peran gender yang melekat padanya."

Memang, penting untuk orangtua mencermati dan mendampingi anak dalam bermain karena bisa jadi preferensi atau pilihan bermain anak mengadaptasi dan meniru contoh yang kurang baik serta tak sesuai dengan perkembangan anak.

Misal, ketika anak laki-laki memakai lipstik karena meniru gaya pelawak televisi yang banyak digemari orang, lalu ia ikut berlagak seperti wanita, maka orangtua perlu mengarahkan kembali pada bagaimana seharusnya ia bersikap.

BACA: Si Buyung, Kok Kemayu?

Eksplorasi Tanpa Batasan Gender

Yang jelas, esensi dari bermain adalah belajar yang menyenangkan. Baik bagi anak laki-laki maupun perempuan, semua jenis mainan atau permainan bisa mereka eksplorasi tanpa mengenal gender.

Menurut penelitian Arundati (2012), anak perlu dikenalkan pada peran maskulin mau feminin sekaligus agar anak mengembangkan diri sesuai minatnya, bukan karena alasan gender. 

Oleh karena itu,ada beberapa hal yang perlu sangat diperhatikan orangtua dalam menyediakan media bermain bagi anak, di antaranya:

1.    Berikan permainan atau kegiatan bermain yang sesuai dengan usia dan tahapan perkembangan anak. 2.    Berilah permainan yang melibatkan seluruh indranya. 3.    Eksplorasilah lingkungan agar bisa menjadi media bermain anak, bahkan kardus bekas sekalipun. 4.    Kembangkan imajinasi, konsentrasi, dan kebebasan dalam bermain. 5.    Jadikan minat, ketertarikan, dan kesukaan anak menjadi media ia belajar.

Hilman Hilmansyah