Perjuangan Orangtua Penderita Sindrom Apert

By nova.id, Sabtu, 21 Mei 2016 | 04:36 WIB
. (nova.id)

Tabloidnova.com - Kehadiran Naura Aisyah Salsabila pada 2 Juni 2015 lalu, diakui Dewi sudah lama ditunggu-tunggu. Setelah sempat keguguran sebanyak dua kali, Ais, begitu panggilan sayang Dewi pada putri bungsunya, hadir menyemarakkan keluarga kecilnya. Walau, Ais memiliki kelainan bawaan yang disebut Sindrom Apert. Ditemui dikediamannya, ibu beranak tiga ini menuturkan seberapa jauh Ais mengubah hidup dirinya dan keluarga.

Sepertinya jarang memang ada orangtua dengan anak spesial ini bersedia untuk menceritakan pengalaman hidupnya. Tidak menutup mata, memang beberapa orangtua justru merasa malu memiliki anak seperti Ais, tapi saya tidak. Justru saya bahagia menceritakan pengalaman hidup saya, kehadiran Ais bukanlah aib yang perlu ditutupi. Ais menjadi cahaya bagi keluarga kami, Ais justru membuat kami sekeluarga tak berhenti untuk beryukur kepada Allah.

Seperti apa yang dikatakan dokter kandungan saya, kondisi yang dialami anak seperti Ais adalah sebuah kejadian langka. Allah tidak akan memberikannya pada sembarangan orang kecuali Dia yakin bahwa mereka mampu merawatnya. Kondisi yang dialami Ais disebut Sindrom Apert atau Apert Syndrome, kondisi ini membuat Ais akan lebih banyak dioperasi. Sejak dalam kandungan berusia 25 minggu, dokter kandungan memang sudah melihat bahwa ada sesuatu pada Ais. Salah satunya, bentuk kepalanya berbeda dari janin biasa, terlihat agak panjang. Kalau dokter kurang teliti mungkin akan terlihat biasa saja, beruntung ketika itu dokter saya bisa melihatnya dan menyarankan saya untuk melakukan USG 4 dimensi.

Dari hasil USG semakin terlihat bahwa ada kelainan. Terlihat pula tanda lain seperti air ketuban yang banyak dan saya sudah mengalami kontraksi sejak usia kandungan 6 bulan. Padahal, kontraksi itu harusnya mulai diusia kandungan 9 bulan. Awalnya, dokter menyebut bahwa ini adalah kasus dwarfism.

Saya mulai mencari berbagai informasi dan memeriksakan kondisi kandungan ke beberapa dokter untuk mendapat opini lain. Sampai kemudian seorang dokter obgyn ahli genetik mengatakan bahwa kondisi ini adalah Sindrom Apert. Saya pun mulai mencari beragam informasi mengenai sindrom ini. Saya browsing dan mendapatkan gambar-gambar yang ngeri banget soal sindrom ini. Terus terang, saat itu saya kaget.

Dalam pemeriksan oleh seorang dokter obgyn spesialis fetomaternal, kembali saya menget5ahui bahwa sudah jelas ada kelainan. Bahwa sudah terlihat jari-jarinya menyatu dan ubun-ubunya sudah menutup. Harusnya, maksimal ubun-ubun menutup secara maksimal itu pada usia 18 bulan di luar kandungan.

Karena telah menutup masih dalam kandungan, artinya otak tidak akan berkembang. Ketika itu kandungan saya baru usia 27 minggu. Dokter pun menjelaskan kondisi ini dan bagaimana cara menanganinya. Intinya, penanganannya jangka panjang dan Ais akan melewati beberapa kali operasi.

Perawat Ragu Ketika mendengar itu, wajar rasanya jika saya merasa syok. Enggak bisa membayangkan, Ais akan melewati beberapa kali operasi sejak usianya masih bayi. Saya merasa beruntung mendapat dokter yang mampu menjelaskan kondisi ini dengan baik. Bahkan, setiap kali saya memeriksakan kandungan, seakan saya mendapat tausiyah dari dokter. Dokter mampu membesarkan hati saya dan membuat saya merasa nyaman.

Masih ingat sekali ketika itu dokter berkata seperti ini, “Ibu sudah minta keturunan, Allah sudah memberi. Setiap anak yang dilahirkan pasti ada hal baik yang mengikutinya. Bukan menakuti-nakuti, tapi ini perawatannya jangka panjang karena harus operasi dan sebagainya. Kalau Ibu tidak kuat, Allah pasti tidak akan kasih. Allah kasih, karena percaya Ibu dan keluarga pasti kuat.”

Dalam beberapa pemeriksaan terlihat Ais sangat aktif. Bahkan kata dokter, Ais lebih aktif dibanding bayi lain. “Gerakannya luar biasa, berarti semangat hidupnya tinggi,” kata dokter. Karena sejak usia kandungan memasuki 6 bulan, kontraksi yang saya alami semakin sering. Untuk itu saya diperintahkan bedrest di Rumah Sakit hingga usia kehamilan 9 bulan menjelang kelahiran. Tapi karena saya masih ada dua anak yang juga butuh perhatian, saya memilih untuk bedrest dirumah. Sekaligus saya ambil cuti di luar tanggungan dari kantor selama satu tahun. Ternyata, pada minggu ke 38, dua minggu sebelum tanggal yang diperkirakan, air ketuban mulai keluar. Saat itu saya ingat masih jam 4 subuh, diantar suami dan dua anak, kami berangkat ke Rumah Sakit.

Awalnya dokter meminta saya untuk mencoba lahir dengan proses normal. Tapi karena sudah lewat dari 9 jam, terpaksa dilakukan operasi sesar. Begitu lahir, Ais langsung nangis, kata dokter itu tanda yang sangat bagus. Saya tidak bisa melihat Ais karena terhalang kain, perawatanya terlihat ragu untuk memberikan Ais kepada saya. Mungkin perawatnya takut saya syok.

Setelah diyakinkan dokter, Ais diberikan kepada saya. Ternyata penampilan Ais ketika itu memang luar biasa, kepalanya lebih besar dari bayi normal, jari-jarinya menyatu semua. Saya enggak bisa berlama-lam menggendongnya, karena ternyata ada masalah pada pernafasan Ais. Sehingga Ais terpaksa masuk NICU.