Tabloidnova.com - Kembali ke Samosir, Tiurma menemui kenyataan suaminya berselingkuh. Ia memilih berpisah dan pergi ke Medan. Di Medan, ia bertemu relawan dari Yayasan Caritas PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi) Medan yang kemudian mengangkat kembali semangat hidupnya.
Baru beberapa hari berkumpul dengan suami, aku menangkap perubahan perangai suamiku. Dia terlalu sering menelepon dan SMS, baik siang maupun malam. Aku sempat membaca SMS mereka dan coba kuhubungi nomornya. Terdengar suara wanita, sebut saja Anita. Aku minta dia tidak mengganggu suamiku. Aku yakin suamiku selingkuh sejak aku masih di Jakarta.
Beberapa orang tetangga bahkan mengadu padaku, pernah melihat suamiku membawa susu formula kalau belanja bahan bakar ke Balige atau Ajibata. “Jangan-jangan sudah punya bayi,” kata mereka. Saat aku konfirmasi, suamiku tidak berkutik. Tentu saja aku marah, karena ternyata dia masih melakukan hubungan seksual dengan wanita lain, meski sudah mengetahui dirinya terinfeksi HIV. Sebaliknya, dia tetap menyalahkan diriku atas meninggalnya Putri. Cekcok pun tak terelakkan.
Akhirnya suamiku mengaku bahwa Anita telah melahirkan bayi perempuan yang diberi nama Mutiara. Atas usulku, suamiku akhirnya mengizinkan aku untuk menjenguk Mutiara asalkan tidak berkelahi dengan Anita. Aku mengangguk meski sebenarnya hatiku berontak. Itulah kali pertama aku bertemu Anita. Aku pun sempat menggendong Mutiara dan menitipkan uang pembeli susu bagi Mutiara kepada Anita.
Sejak bertemu Anita di Parapat, pupus pula semangatku untuk meneruskan rumah tangga. Perasaanku sudah hancur lebur. Aku memilih pisah dari suami sebagai pilihan terbaik. Keputusanku untuk berpisah tentu saja ditentang para tetangga di Samosir. Bagi mereka, statusku sebagai menantu yang sah lebih berhak tinggal di rumah mertuaku dibanding Anita. Tetapi, tekadku sudah bulat untuk berpisah, meski sebetulnya aku masih mencintai suamiku, pula tidak ada kata cerai di antara kami. Dengan sedikit uang yang kuambil dari warung, aku pun berangkat ke Medan memulai hidupku sendiri.
Menjadi Relawan
Ibarat gayung bersambut. Beberapa pekan kemudian aku mendapat kabar, suamiku telah memboyong Anita dari Parapat ke Samosir. Dia menempati rumah yang pernah kutinggali selama 5 tahun.
Kabar itu seakan melengkapi deritaku. Setelah jadi ODHA, buah hatiku meninggal dunia, suami selingkuh, entah apa lagi yang bakal kuhadapi. Aku merasa semangat hidupku redup, namun Allah ternyata berkehendak lain. Suatu hari aku bertemu Kristina Sembiring, seorang relawan dari Yayasan Caritas PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi) Medan. Dia lalu mendampingiku dan menyalakan kembali semangatku. “Kakak tidak sendirian,” katanya membuat hatiku luluh.
Dia mengajakku ke kantor Caritas PSE dan menawarkan kegiatan sebagai relawan, mendampingi dan melayani ODHA, serta membagikan jarum suntik sekali pakai. Demi menunjang kegiatanku. Kristina juga menganjurkan aku supaya rajin membaca. Aku merasa lega. Menyenangkan rasanya bertemu sesama relawan seperti Frans Samosir dan Melati Hutagalung. Mereka menerima kehadiranku, meski keyakinan kami berbeda. Sebaliknya, keberadaan mereka telah membuatku terhibur. Aku kembali merasa nyaman dan berharga.
Perlu tujuh bulan lamanya bagiku untuk kembali menemukan semangat hidup untuk melanjutkan hidupku dengan sesuatu yang lebih bermakna. Bahwa hidup yang diberikan Tuhan harus kita gunakan sebaik mungkin. Di mata Tuhan, orang yang terinfeksi HIV atau bukan adalah sama. Aku meyakininya dengan seluruh jiwaku. Itu yang membuatku tekun menjalani hidup dan mengabdi bagi orang banyak. Aku akan menjalani hidup seberapa lama pun pemberian Tuhan. Aku pasrahkan saja saja hidupku hari lepas hari.
Suami Meninggal
Setahun mengecap dunia yang baru, mendadak aku teringat masa laluku. Entah kenapa tiada hujan maupun angin, aku mendapat telepon dari suamiku. “Adek, jaga dirimu, ya. Aku sedang sakit dan mau berangkat ke Jakarta. Rajinlah menabung,” katanya. Aku tidak terlalu serius menanggapi nasehatnya karena perasaanku masih sebal, meski di hati kecilku cinta itu masih ada.