Curhat Ibunda Anak Dengan Kelainan Langka

By nova.id, Sabtu, 9 Juli 2016 | 05:45 WIB
Yola Tsagia (nova.id)

Kembali pada hasil konsultasi dengan dokter, Odil harus menggunakan hearing aid bernama BAHA (Bone Ancord Hearing Aid). Aku harus dapat sebelum dia mulai masuk sekolah. Aku pun mulai cari informasi mengenai BAHA. Akhirnya kutemukan di sebuah tempat namun harganya Rp100 juta satu buah dan harus inden. Soalnya mereka akan cari alat itu di Swedia. Karena mahal, aku kemudian bertanya-tanya di komunitas TCS di luar negeri, ternyata ada di Amerika dengan harga satunya Rp50 juta.

Tapi, tidak bisa beli begitu saja karena harus dicek dan disesuaikan ukurannya, seperti kacamata. Belum lagi urusan izin dan sebagainya, akhirnya kami memutuskan beli di toko yang pertama itu meski biayanya besar. Beruntung, ada seorang temanku yang membantu membelikan alat itu. Seorang Bapak yang enggak mau disebutkan namanya memberi Rp60 juta dan aku hanya menambah Rp40 juta.

Kami baru bisa membeli satu dan memasangnya di telinga kanan Odil. Sebuah kenangan berharga ketika aku menyaksikan Odil bisa mendengar untuk pertamakalinya. Odil bengong, dia berucap, “Aku bisa dengar. Aku dengar!” Aku sangat terharu melihatnya, sayangnya enggak aku videoin momen bahagia itu. Precious moment buat aku. Jadi menambah semangat untuk melakukan lebih bagi Odil. Kami berterimakasih sekali dengan donatur tersebut.

Sejak Odil pakai alat itu, aku mulai berpikir untuk terbuka dengan orang akan kondisi Odil. Tanggal 13 September 2015, aku membuat komunitas Love My Face di media sosial, sebagai tempat berbagi segala informasi seputar Odil. Ternyata banyak yang menanggapi positif dan masuklah beberapa orangtua dan dokter yang mau tahu soal TCS atau kelainan langka lain.

Seiring berjalannya waktu, Odil aku maksimalkan dan optimalkan komunikasinya. Setiap hari aku kasih Odil 20 sampai 30 suku kata agar dihapalkan. Aku bikin sendiri gambar dan tulisan, pulang kantor akan kutanya lagi apa yang sudah dia hapal. Sekarang sudah masuk 50 suku kata. Tapi dia masih sulit menyusun kalimat. Malamnya sebelum tidur aku bikin kalimat dan dia harus belajar membacanya.

Mulai Merasa Berbeda

Banyak orang bilang aku terlalu keras. Kasihan Odil. Tapi aku bilang, lebih baik kasihan sekarang daripada kasihan setelah dia dewasa. Kalau aku masih ada, bagaimana kalau sudah tidak ada? Apalagi aku tahu dia punya otak bagus. Saat ini kegiatan Odil, selain menghapal kata, adalah belajar seperti sekolah biasa. Nilai pelajarannya di sekolah bagus, matematika dia bagus, juga kesenian. Dari dulu, Odil suka menari.

Lewat komunitas, aku bisa kenal banyak orang baru dari berbagai latar belakang. Aku senang bisa mengedukasi mereka. Jadi terapi buat aku juga. Aku merasa bahwa orang lain butuh aku. Kemudian 24 September 2015, aku dan dua teman dari komunitas lain memutuskan membuat Komunitas Indonesian Rare Disorders (IRD).

Bertiga kami berharap bisa menggabungkan kekuatan dan menghimpun awereness pemerintah dan masyarakat soal kelainan seperti ini. Karena, jangankan masyarakat umum, banyak pelayan kesehatan seperti dokter yang belum tahu mengenai kelainan langka ini. Februari lalu kami pun menggelar Rare Disease Day di ajang CFD Jakarta.

Ketika masuk SD, Odil sepertinya mulai menyadari jika dirinya berbeda dengan teman-temannya. Akibatnya agak sulit baginya untuk masuk ke lingkungan baru. Bila diajak masuk ke rumah yang belum pernah dikunjunginya, dia enggak mau masuk karena malu. Dia takut jadi pusat perhatian. Kalau ke mal, ada orang melihatnya terus menerus atau ada anak yang tanya kenapa wajahnya seperti itu, Odil langsung sedih.

Untuk membantunya lebih percaya diri, aku selalu memberinya motivasi dan membesarkan hatinya. Ke depannya, sepertinya aku akan membawa Odil ke psikolog.

Disadari, enggak bisa juga menghindari dia dari bully. Jangankan Odil, anak yang normal secara fisik pun sebagian tak lepas dari bully. Tapi paling tidak, aku ingin membuatnya dapat menerima bully dan tahu bagaimana mengatasinya. Bukan hanya tampilan fisiknya. Ada juga yang menertawakan Odil karena kalimat yang diucapkannya tidak baik dan agak aneh. Misalnya, “Mami pergi, ke sana, kantor, enggak?” Aku sendiri pun kadang suka tertawa dibuatnya.