"Saya satu tahun di rumah mertua," katanya.
Saat ini, sejak seminggu yang lalu Sriana sudah keluar dari rumah mertuanya. Ia dan keluarganya tinggal di rumah peninggalan kakeknya.
Jualan roti keliling
Sebagaimana kepala keluarga, Sriana terus mencari cara untuk mendapatkan penghasilan. Sampai pada akhirnya ada seorang pengusaha roti yang menawarinya untuk berjualan.
Sejak saat itu, Sriana berjualan roti keliling. Mengitari jalan di Kota Malang sembari mendorong gerobak yang berisi roti.
Pekerjaan itu ditekuni Sriana setiap hari. Yaitu mulai pukul 8.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB. Lalu mulai berjualan lagi pada pukul 18.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB dini hari.
Dalam menjajakan jualannya, Sriana tidak sendiri. Ketiga anaknya, yakni Tri Sutrisno (11) yang masih kelas 4 SD, Kurnia Putri (9) yang masih kelas 3 SD dan Juliastuti (6) yang masih kelas 1 SD selalu menemaninya berkeliling.
Padahal Sriana berkeliling hingga larut malam. Namun ketiga anaknya selalu setia menemaninya. Sementara anaknya yang pertama, yaitu Dwi Kurniawan Putra (16) berada di rumah untuk menemani sang ayah.
"Anak - anak selalu mau ikut. Tidak mau kalau saya tinggal," jelasnya.
Saat ini, Sriana sudah bisa mandiri. Ia sudah memiliki gerobak sendiri berkat bantuan dari mahasiswa di salah satu kampus yang ada di Kota Malang.
Roti yang dijual pun sudah bermacam-macam. Mulai dari roti goreng hingga roti kukus. Roti-roti itu di dapat dari toko roti di Kota Malang.
Setiap roti, Sriana mengambil keuntungan Rp 200. Biasanya, Sriana mendorong gerobaknya mulai dari Jalan Muharto ke Pasar Kebalen, lalu ke Jalan Gajah Mada, terus ke Alun-alun Tugu.
Setelah itu, Sriana melanjutkan mendorong gerobaknya ke Jalan Ijen, lalu ke Jalan Buring, kemudian ke Jalan Merbabu, ke Simpang Ijen dan ke Taman Kunang-kunang yang ada di Jalan Jakarta.
Sriana lalu melanjutkan perjalanan ke Jalan Gede, ke Jalan Wilis dan berakhir di Stadion Gajayana, Kota Malang.
"Setelah dari Stadion, saya langsung pulang," ungkapny
Andi Hartik / Kompas.com