Wisata Malam Surakarta, Dari Kuliner Tradisional Hingga Pasar Malam

By Edwin, Sabtu, 6 Agustus 2016 | 06:01 WIB
Es Grim (Edwin)

Kota Surakarta atau Solo tidak pernah habis ditelusuri sebagai tujuan berlibur. Beragam lokasi wisata budaya, belanja, alam dan kuliner yang tersimpan di kota ini selalu menarik dan menyisakan kangen. Berikut lokasi kuliner dan belanja yang dapat dikunjungi bersama keluarga sebagai tujuan berlibur berikutnya.

Gulo Jowo, Kenalkan Kembali Penganan Tradisional

Kreativitas anak muda bernama lengkap Tommi Jenan ini memang patut diapresiasi. Lewat tangan dinginnya, pria kelahiran 24 Agustus 1981 ini memberi nafas baru pada kuliner tradisional. “Awalnya dari ketertarikan saya dan istri pada kuliner. Ini akhirnya mendorong saya untuk membuat usaha kuliner di tahun 2014. Kebetulan istri mahir memasak sementara saya memiliki taste,” ujarnya.

Berdua, mereka mengeksplorasi kuliner tradisional yang menghabiskan waktu 3 bulan. “Kami sepakat mengubah makanan tradisional. Tidak menutup mata, anak-anak muda sekarang lebih suka makanan impor seperti western. Sementara makanan tradisional atau lokal dibunuh pelan-pelan.”

Tak heran jika Tommi mengaku kerap menemukan anak muda yang tidak mengenal makanan-makanan tradisional. “Anak muda sekarang tidak tahu bahwa dulu, untuk merasakan makanan yang enak itu butuh waktu. Mulai dari menyiapkan bahan-bahannya, kemudian dimasak dan dihidangkan itu ada proses yang panjang. Enggak mudah dalam membuat makanan berkualitas dan bercitarasa tinggi,” bebernya.

Saat membuka Gulo Jowo, Tommi nekad menentang arus. “Saya membuat usaha ini karena ingin melestarikan penganan tradisional. Bulan Desember 2014 ketika saya dan istri membuka usaha ini, sebulan lebih pelanggannya sepi. Yang datang paling 3 orang, itu juga teman-teman saya yang saya undang untuk datang.”

Usaha ini, menurut Tommi, juga tidak sekadar untuk memenuhi pundi-pundinya. Karena menurutnya, selain melestarikan warisan kuliner, usaha ini juga menjadi pintu rezeki bagi pedagang lokal yang menjual bahan-bahan untuk penganannya. “Yang terbantu dengan membeli makanan di sini banyak loh. Karena saya membeli bahan ini di pasar tradisional, pedagangnya membeli dari petani. Kebayang berapa banyak yang terbantu kan?”

Karena sepi, Tommi mencoba peruntungan dengan memanfaatkan media sosial sebagai tempat untuk mempromosikan usahanya. “Saya juga memberikan edukasi seputar makanan tradisional. Bisa dari sejarahnya sampai bahan yang digunakan. Misalnya tajen, orang enggak tahu kalau ini dibuat dari air cucian beras. Akhirnya semakin lama, semakin banyak yang mengerti akan visi dan misi saya. Dan, ternyata promosi lewat media sosial, hasilnya efektif.”

Gulo Jowo, dipilih Tommi menjadi nama usahanya karena hampir semua hidangan yang ada di tempat ini menggunakan Gulo Jowo atau Gula Jawa. “Gula Jawa itu sudah langka sekarang, karena tak ada yang beli. Bukan hanya itu, percaya enggak bahwa anak SMA di Solo sini ada yang enggak kenal apa itu gula Jawa. Betapa luar biasanya, saya prihatin.”

Satu lagi yang membuatnya prihatin adalah kebiasaan anak-anak muda yang enggan meminum air sumur. “Mereka memilih minum ari mineral kemasan. Padahal dulu, sebelum ada air mineral kemasan, yang diminum ya air sumur. Padahal sudah saya jelaskan bahwa air sumur ini sudah direbus sehingga aman, tapi dari 10 pelanggan yang mau hanya 2 orang saja. Heran saya,” paparnya.

Demi menarik minat anak muda, Tommi berkreasi dengan menampilkan makanan tradisional dengan tampilan modern. “Pelan tapi pasti, usaha ini semakin dikenal. Dari sebuah tenda reyot, saya bisa menyewa kios permanen. Total sekarang ada 24 jenis makanan dan minuman yang disediakan.”

Dari semua makanan itu, sebut Tommi, yang paling susah dibuat adalah getuk. Untuk menemukan format getuk dengan citarasa masa lalu yang tepat itu yang susah. “Setelah menemukan racikan yang tepat, saya catat untuk didokumentasikan,” ungkap pria yang juga pengrajin kayu ini.