Kisah Haru Yuliana-Yuliani, Kembar Siam yang Dipisah 29 Tahun Lalu

By nova.id, Jumat, 19 Agustus 2016 | 11:45 WIB
Yuliana dan Yuliani, kembar siam yang sukses jalani operasi 29 tahun silam (nova.id)

Yuliana menambahkan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, tanggung jawab sosial terhadap masyarakat pun kian tinggi. Itu yang selalu diajarkan orangtua dan Pakde.

Saat dihubungi dari Jakarta, Yuliani menyampaikan, operasi pemisahan oleh Pakde memungkinkan mereka meraih capaian seperti sekarang. Jika tak dioperasi saat itu, amat mungkin ia menghabiskan hidup dengan terbaring karena sulit bergerak akibat kembar siam.

Sumber inspirasi

Setelah operasi pemisahan, Pakde jadi sumber inspirasi bagi si kembar Yuliana-Yuliani. Sebagai dokter, Yuliani dididik Pakde agar tak berorientasi uang. Pakde mengajarkan, motivasi jadi dokter seharusnya menolong sesama. "Pakde selalu mengajar kami berbagi dengan orang lain dan memberi manfaat bagi orang banyak," ucap Yuliani.

Padmosantjojo selama di RSCM selalu menggratiskan bedah saraf yang dilakukannya. "Saya dibayar 2M per pasien. Makasih, Mas. Matur nuwun, Mas," ujarnya sambil tertawa.

Menurut Padmosantjojo, perhatiannya pada kembar Yuliana-Yuliani juga merupakan bentuk protes kepada pemerintah yang disampaikan dengan contoh nyata. Bahwa untuk memberi akses layanan kesehatan tak perlu jargon politik, hanya perlu empati dan kemauan menolong mereka yang membutuhkan.

Padmosantjojo, yang belajar bedah saraf di Rijk Universiteit, Groningen, Belanda, menyatakan, 71 tahun Indonesia merdeka, tetapi akses warga pada layanan kesehatan, khususnya bedah saraf, belum merata. Tidak semua warga bisa mengakses layanan bedah saraf. Sejumlah provinsi belum punya dokter spesialis bedah saraf. Itu membuat pasien yang butuh menjalani bedah saraf bisa meninggal karena tak tertangani.

Penghargaan prestasi dokter bedah saraf pun seolah enggan dilakukan pemerintah. Padmosantjojo pernah ditawari bekerja di Belanda dan akan dikukuhkan sebagai guru besar di Groningen, tetapi ia memilih balik ke Indonesia. "Demi bangsa," kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.

Ke depan, Yuliana ingin membagi ilmunya dengan menjadi dosen atau peneliti. Sementara Yuliani ingin meneruskan pendidikan dokter spesialis bedah saraf seperti Pakde, sumber inspirasinya.