Mahasiswa Ini Rintis Usaha Kopi Demi Bantu Teman Biayai Skripsi

By nova.id, Rabu, 24 Agustus 2016 | 10:09 WIB
Pratama Adi Winata saat menunjukkan tiga varian produk cold brew coffee miliknya bernama Elsicoffee (nova.id)

"Bertahan hidup itu tidak gampang. Perlu kerja keras dan fokus," itulah yang diungkapkan oleh Pratama Adi Winata (26), pemuda asli Lahat, Sumatera Selatan.

Kata-kata itu terucap bukan tanpa alasan. Dengan segala keterbatasan biaya dan prasarana, pria 26 tahun lulusan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini merintis usaha cold brew coffee dari nol.

Tama, panggilan Pratama Adi Winata, menuturkan, usaha yang diberi nama Elsi Coffee ini berawal dari kegelisahan teman kuliahnya yang tidak mempunyai uang untuk biaya skripsi. Dari kegelisahan itu, Tama beserta ketiga temannya lantas berinisiatif membantu mencarikan uang untuk biaya skripsi.

"Awalnya untuk membantu Ananda, soalnya dia tinggal skripsi, sayang kalau gagal gara-gara tidak ada uang," ujarnya, Selasa (23/8/2016).

Kebetulan, Tama dan ketiga temannya suka ngopi. Dari hobinya itu, dia memiliki ide untuk merintis usaha kopi dengan metode seduh dingin itu. Hanya saja, untuk menciptakan produk yang diinginkan, dia harus merelakan waktu keluar masuk kedai untuk belajar dari orang-orang yang ahli di dunia kopi.

"Saya datang ke kedai-kedai kopi. Di Klinik Kopi saya belajar metode pengolahannya gimana. Selain itu saya juga baca artikel-artikel soal mengolah kopi," ucapnya.

Setelah mengetahui metode pengolahan cold brew coffee, dia pun lantas mencoba membuat produknya. Ternyata, untuk menciptakan produk yang diinginkan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Berbagai kegagalan dialami, mulai dari takaran air yang terlalu banyak sampai susahnya menemukan suhu pendingin.

"Gagal sering. Menemukan formula yang pas itu susah dan lama, kebanyakan air lalu kopinya terlalu kasar. Tapi ya itu tantangannya," ungkapnya.

Baca juga: Uniknya Kerajinan Miniatur Wayang Kulit

Berkat kerja kerasnya untuk terus mencoba, Tama akhirnya menemukan formula yang pas. Tama lantas mengajak temannya untuk patungan modal awal. Setelah dibelanjakan, modal untuk beli kopi Lampung asli dan cetak stiker habis Rp 97.500. Mereka juga membeli botol sebagai tempat produk.

"Teman saya yang mau skripsi tidak patungan hanya bertiga. Dipakai Rp 97.500 sisanya dikembalikan, itu modal awal usaha," tuturnya.

Produk cold brew coffee ini diluncurkan pada tahun 2016. Keempat mahasiswa ini pun berbagi tugas. Tama sebagai peracik dan tiga lainnya memasarkan. Hasil dari keuntungan penjualan digunakan untuk membantu Ananda yang kesusahan biaya untuk skripsi.

"Dia (Ananda) alhamdulilah bulan April 2016 sudah lulus. Malah lulus duluan dibandingkan kami, sekarang kerja di Surabaya," kata Tama sambil tersenyum.

Tak lama berselang, pada bulan Mei 2016, Tama menyusul lulus dari S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Sanata Dharma.

Setelah lulus, dia sempat menjadi guru bantu di SMP Pangudiluhur 1 Kota Yogyakarta. Namun karena ingin fokus pada usahanya yang sudah dirintis, dia memutuskan untuk keluar. Keempat temannya memutuskan untuk tidak melanjutkan usaha cold brew coffee.

"Saya sendirian soalnya Ananda sudah kerja di Surabaya dan dua teman pengen fokus kuliah. Saya sekarang sendirian dan pengen fokus membangun usaha ini," tuturnya.

Tekad meneruskan usaha ini tidak lain karena cita-cita Tama yang ingin memiliki usaha sendiri. Selain itu, pria kelahiran 4 Juni 1990 ini sejak kecil sudah suka kopi dan menyadari bahwa passion-nya terkait kopi.

Nama Elsico Caffee lanjutnya memiliki arti memanggil. Dahulu, ia dan teman-temannya dari Lahat menceritakan mimpinya masing-masing kelak ingin menjadi apa. Sekarang Tama telah memulai meraih mimpinya memiliki brand produk sendiri.

"Elsico itu seperti memanggil, ini saya sudah mulai meraih mimpi punya brand sendiri. Ayo kalian kapan memulai meraih mimpi-mimpi itu," ungkapnya.

Dalam meneruskan usahanya, Tama harus bersusah payah karena keterbatasan dana dan prasarana. Namun keterbatasan itu tidak membuatnya menyerah pada keadaan.

Tama terpaksa harus memodifikasi kamar kosnya di Gang Bromo Nomer 15 Mrican, Sleman. Selain sebagai tempat berteduh dan tidur, kamar kosnya juga dijadikan tempat meracik produk karena belum mampu menyewa kios.

Wijaya Kusuma / Kompas.com