6 Gangguan Medis yang Muncul Setelah Donor Darah

By nova.id, Selasa, 13 September 2016 | 03:30 WIB
Risiko penyakit berdasarkan golongan darah (nova.id)

“Setetes darah Anda sangat berharga menyelamatkan nyawa sesama”. Istilah ini tentu sering kita dengar.

Ya, tak sedikit orang yang mengalami masalah kesehatan sehingga membutuhkan “asupan” darah yang dalam bahasa medis disebut transfusi darah. Seperti apa ketentuannya?

Menurut dr. Silvia Dewi, Sp.PD dari RS Hermina Bogor, transfusi dapat berupa darah secara keseluruhan (whole blood) atau sel darah (Pack Red Cell), komponen darah berupa keping pembekuan darah (trombosit),  darah putih (leukosit), plasma darah, cryopresipitat, atau fresh frozen plasma.

Perlu diketahui, sebelum donor darah dilakukan, calon pendonor wajib melakukan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita.

Baca: Komunitas Pemilik Golongan Darah Langka: Beri Kehidupan Lewat Setetes Darah

Hanya calon yang lolos skrining ini yang dapat mendonorkan darahnya. Yaitu berusia 17-65 tahun, berat badan 50 Kg atau lebih, tidak demam, frekuensi dan irama denyut nadi normal, tekanan darah 50-100/90-180 mmHg, dan tidak ada lesi kulit yang berat. 

Transfusi darah dilakukan pada seseorang dengan 4 kondisi berikut:

1.      Mengalami kecelakaan dan perdarahan banyak

2.      Menjalani pembedahan/operasi

3.      Perdarahan berat saat melahirkan

4.      Mengalami penyakit tertentu yang berisiko mengalami perdarahan seperti anemia, hemofilia, thalasemia, kanker, dll.

6 Risiko Usai Transfusi Darah

Saat menerima darah transfusi, sistem pertahanan tubuh akan bereaksi lantaran menilai darah yang masuk adalah “benda asing”. Tubuh akan menolak darah yang masuk dan berusaha menghancurkannya.

Baca: Kenapa Enggan Donor Darah?

Jadi, pasien tetap dapat mengalami risiko/reaksi ringan akibat transfusi darah meski telah diupayakan pencocokan golongan darah dan dilakukan sesuai prosedur. Meski begitu, transfusi darah jarang menimbulkan komplikasi. Berbagai reaksi tersebut di antaranya:

Demam

Selama atau setelah transfusi darah dilakukan resiko demam bisa terjadi dengan cepat. Akan tetapi tak perlu cemas karena ini bukan pertanda serius. Meski beberapa reaksi serius ada juga yang ditandai dengan gejala demam. Karena itu, sebagai upaya penjagaan, dokter akan menghentikan transfusi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Alergi

Alergi bisa terjadi karena sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap protein atau zat lain dalam darah yang diterima pasien.Gejala umum yang muncul di antaranya kulit kemerahan dan terasa gatal. Reaksi ini biasanya terjadi cepat selama atau setelah transfusi.

Radang paru

Ada juga risiko cedera atau radang paru setelah dilakukan transfusi darah sekitar enam jam kemudian.

Kelebihan zat besi

Transfusi darah bisa memicu kelebihan zat besi dalam darah.

Kelebihan cairan

Kondisi ini bisa menyebabkan jantung tidak mampu memompa cukup darah ke seluruh tubuh. Sesak napas juga bisa terjadi akibat paru-paru dipenuhi oleh cairan. Risiko kelebihan cairan lebih tinggi pada kalangan berumur yang memiliki penyakit serius seperti penyakit jantung.

Graft-versus-host disease 

Kondisi ini terjadi akibat sel darah putih yang diterima menyerang jaringan tubuh orang yang menerima darah. Kondisi ini sering menimbulkan gejala seperti diare, ruam dan demam.

Reaksi transfusi tersebut memang sedikit menakutkan namun tidak berbahaya jika cepat ditangani. Karena itu, transfusi darah dilakukan atas pengawasan dokter.

Hilman Hilmansyah