Akhirnya Anda mengabdi sebagai dosen di UGM?
Tahun 1992 saya lulus dari UGM, tetapi belum menemukan jalur karier yang sesuai keinginan. Maka saya kembali lagi ke perusahaan tempat saya melakukan kerja praktik dulu. Saya memohon agar bisa membantu penelitian mereka. Jadilah saya bolak-balik Yogya-Jakarta. Ketika ada rekrutmen dosen di UGM saya mendaftar, tapi otak saya terus memikirkan geotermal. Tahu hal itu, dosen-dosen saya menyarankan agar saya terus mempelajari geotermal dan bekerja sebagai dosen dan peneliti geotermal yang memang dibutuhkan oleh UGM.
Lalu bagaimana ceritanya bisa memperoleh beasiswa ke Selandia Baru?
Begini. Sebenarnya negeri itu dulu banyak memberikan beasiswa kepada karyawan di kalangan industri. Nah, saya termasuk yang beruntung. Kala itu saya sering nongkrong dengan teman-teman di perusahaan. Suatu hari saya dengar kabar, para profesor geotermal dari Selandia Baru akan datang ke Indonesia memberi kursus. Berhubung saya sudah membaca semua bukunya dan saya mendapat rekomendasi dari UGM untuk mengikuti kursus yang dibawakan oleh para profesor tersebut, maka saya pun menjumpai mereka. Saya bilang saya mengenal karya mereka. Mereka terlihat kaget dan senang.
Di akhir kursus, salah seorang profesor itu menyodorkan formulir agar saya ikut kursus gratis selama 3 bulan di Geothermal Institute yang menjadi bagian dari The University of Auckland, Selandia Baru. Semua biaya ditanggung. Bukan main senangnya saya. Terlebih saya belum ada pekerjaan tetap. Juga belum ada hasil rekruitmen dosen UGM.
Enggak nyangka, ya, setelah tiga bulan kursus kelar, saya ditawari lagi tambahan kuliah selama 9 bulan. Kali itu adalah kesempatan kuliah untuk meraih gelar Post Graduate Diploma in Geothermal Energy Technology dengan meneliti lapangan panas bumi Ulumbu (Flores). Tentu saja saya sangat mau. Jadi di negara itulah saya mulai kenal dengan banyak ahli dan praktisi geotermal dari seluruh dunia.
Mulai kapan jadi dosen di Fakultas Teknik UGM?
Pulang dari Selandia Baru pada tahun 1995, saya sudah diterima jadi dosen di UGM. Pekerjaan yang menunggu juga sudah banyak. Diminta pemerintah membantu sumbangan pemikiran, juga membantu Asosiasi Panas Bumi Indonesia di mana saya menjadi salah satu pengurusnya.
Tahun 1997, saya menikah dengan Andreas Dianto Tirtosudarmo, MT, kakak kelas saya di Fakultas Teknik UGM dulu, kemudian kembali ke Selandia Baru untuk mengambil Master of Science di bidang Geologi, dengan meneliti lapangan panas bumi Kamojang (Jawa Barat). Saya pulang ke Indonesia pas krisis moneter tahun 1998.
Setelah sekian waktu bekerja menjadi dosen dan peneliti, saya mengambil gelar Doctor of Philosophy in Geology juga di University of Auckland dengan meneliti lapangan Lahendong (Sulawesi Utara) dan di wisuda tahun 2012.
Selain dapat ilmu, apa yang bisa Anda petik selama menimba ilmu di Selandia baru?
Persahabatan antar orang yang berbeda ras, agama dan bangsa. Semua disatukan lewat pendidikan. Jadi antar bangsa tidak perlu bertarung, tetapi harus mampu bekerja sama.