Menderita "Bell Palsy" Usai Diberi Vaksin, Siswa Ini Harus Jalani Fisioterapi

By nova.id, Rabu, 5 Oktober 2016 | 03:09 WIB
Andini Aulia (7) bersama ibumya Yuli menunggu pemeriksaan di RSUD Syamsudin Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (nova.id)

Direktur RSU R Syamsudin, Bahrul Anwar, mengatakan, seorang pasien yang dirujuk dari RSUD Sekarwangi Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, sedang ditangani tim medis di klinik saraf.

''Pasien sudah kami tangani, sekarang masih dalam pengobatan dan harus menjalani fisioterapi. Namun, hasil diagnosisnya itu rahasia,'' kata Bahrul Anwar kepada wartawan di RSU R Syamsudin, Selasa (4/10/2016).

Diberitakan sebelumnya, seorang pelajar, Andini Aulia (7), diduga menderita penyakit bell palsy setelah menerima vaksin campak di sekolahnya di SD Negeri Cipetir 1, Desa Cipetir, Kecamatan Kadudampit, Sukabumi, Selasa (27/9/2016).

Saat ini, warga Kampung Cijarian Pasir, RT 23 RW 07, itu sedang menjalani pemeriksaan medis di Poliklinik Saraf RSU R Syamsudin Kota Sukabumi. Sebelumnya, dia sempat ditangani di RSU Sekarwangi, Cibadak, Kabupaten Sukabumi.

Baca juga: Siswa SD Didiagnosis Derita "Bell Palsy" Usai Terima Vaksin Campak

Saat ditanya mengenai penyakit bell palsy, Bahrul menjelaskan, hal itu bukan penyakit, melainkan dampak penyakit lain seperti peradangan, sakit di bagian gigi.

"Bell palsy ini menyebabkan kelumpuhan saraf, dan bila penyakitnya tidak permanen akan sembuh sendiri atau melalui pengobatan,'' jelas dia.

Bahrul menuturkan, obat yang diberikan juga tergantung penyebab munculnya masalah itu. Bisa saja pengobatannya hanya dengan fisioterapi. Jika diperlukan obat-obatan, akan diberikan juga obat.

''Kalau infeksi, ya diberi obat antibiotik. Kalau ada alergi atau peradangan, kita obati pakai obat anti-peradangan,'' tuturnya.

''Kalau penyebabnya yang tidak permanen atau penyakit utamanya sudah sembuh, insya Allah bisa seratus persen kembali normal,'' imbuh dia.

Terkait dengan vaksinasi yang dialami pasien sebelum terjangkit bell palsy, Bahrul mengatakan perlu ada pemeriksaan medis lebih lengkap.

''Bisa dibilang ada, bisa juga tidak,'' jawab Bahrul dengan singkat.

Sementara itu, ibunda Andini Aulia (7), Yuli, mengatakan, hasil pemeriksaan dokter spesialis saraf mengharuskan putri satu-satunya itu menjalankan fisioterapi secara rutin.

''Anak saya harus menjalankan fisioterapi rutin selama sepuluh hari,'' kata Yuli (26) didampingi suaminya, Ece (27), yang sehari-hari hanya buruh di sebuah bengkel sepeda motor.

Budiyanto  / Kompas.com