Selama 6 Bulan Bocah 6 Tahun di Bandung Hidup dengan Usus Dibungkus Plastik

By nova.id, Rabu, 12 Oktober 2016 | 05:01 WIB
Yusa al Faridzi (6) memperlihatkan lukanya. Ia berharap bisa segera sembuh agar bisa segera sekolah (nova.id)

Yusa al Faridzi (6) berlari kencang. Dia menyusuri gang sempit menuju rumahnya di Kampung Karapiak RT 03/02, Desa Nanjung Mekar, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.

Sesampainya di rumah, dia menyapa sang ibu, Rohaeti (42). Dia berniat pamit bermain bola namun dicegah sang ibu.

“Anaknya enggak keliatan sakit. Yusa suka main bola, naik pohon mangga, aktif sekali. Tidak tampak kalau dia sakit. Malah kami yang sangat khawatir,” ujar Rohaeti kepada Kompas.com di kediamannya, Senin (10/10/2016) sore.

Yusa merupakan anak ketiga Rohaeti-Dede Suherman (43). Awal tahun 2016, Yusa mengalami demam hebat selama dua pekan. Diagnosa saat itu, Yusa mengalami tipus.

Meski sudah diberi obat, Yusa tak kunjung sembuh. Bahkan perutnya terus membesar. Yusa pun dilarikan ke RS Cicalengka dan RS Cikopo hingga akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dalam kondisi kritis.

Yusa rupanya mengalami penyempitan usus. Dia dioperasi sekitar tujuh bulan lalu di RSHS. Untuk memantau kondisi usus, dokter mengeluarkan usus Yusa dan membungkusnya dengan plastik kalostomi. Jadilah ia hidup dengan usus dibungkus plastik.

Lama kelamaan, biaya rumah sakit terus membengkak, sedangkan uang di tangan hanya Rp 2 juta. Akhirnya, Rohaeti memutuskan untuk membawa pulang anaknya.

“Tapi enggak bisa dibawa pulang karena harus ada uang Rp 6,5 juta. Anak saya ditahan seminggu sampai ayahnya nyari pinjaman ke sana ke mari,” ungkapnya.

Selama ditahan di rumah sakit, pengobatan Yusa sudah dihentikan. Yusa hanya mendapatkan makan karena utang biaya operasi dan pengobatan Yusa ke RSHS sudah mencapai Rp19 juta dan belum dibayar hingga kini.

“Padahal saat itu, dokter bilang ususnya sudah bisa dimasukkan. Tapi mau apa lagi, kami tak punya uang. Nyari uang Rp 6,5 juta untuk mengeluarkan Yusa saja susah sekali,” imbuhnya.

Bahkan untuk makan sehari-hari dari rumah sakit, dirinya mengandalkan sumbangan dari saudara maupun teman-temannya.

“Selama di rumah sakit, saya enggak bisa kerja, jadi enggak punya penghasilan sepeser pun. Untungnya banyak teman yang peduli pada kami,” tuturnya.