Waktu Tunggu Lama
Waktu pengoperasian bus TJP ini sama dengan bus Trans Jakarta reguler yang lain. Pola kerja para pengemudi TJP dibagi dalam dua shift, yaitu pagi dan siang. Shift pagi yang bertugas dari pukul 5 pagi hingga 12 siang, bus TJP dikemudikan kedua pramudi perempuan yaitu Nunung Karmilah dan Dahlia, sedangkan untuk shift siang, pukul 12.00 hingga sekitar pukul 21.00, disupiri para driver pria. Untuk petugas on board, semuanya harus perempuan.
Syarif Hidayat, salah satu driver pria yang mengemudikan bus TJP mengatakan dirinya pernah disindir penumpang karena menjadi satu-satunya pria di dalam bus. “Pernah (disindir), tapi kan, area kabin dan gerbong ada sekatnya, jadi meminimalkan kemungkinan saya sebagai pria bersentuhan dengan penumpang perempuan. Tapi komentar itu jarang sekali, kok. Lainnya biasanya berkomentar positif,” ujarnya. Saat ditanya mengapa menjadi pramudi bus khusus perempuan, Syarif tertawa dan menjawab bahwa ia hanya mengikuti tugas.
Sebelum bus TJP ini diluncurkan, upaya dalam menangani isu pelecehan di dalam bus sudah dilaksanakan dengan menyediakan ruang khusus perempuan di setiap bus Trans Jakarta umum. Putri, seorang mahasiswi yang menjadi penumpang TJP berpendapat, baik TJP maupun ruangan khusus perempuan di Trans Jakarta reguler memiliki manfaat yang sama saja. “Yang saya lihat, pengguna Trans Jakarta (yang pria) tertib dan enggak berani macam-macam di ruangan khusus perempuan. Mereka taat aturan, kok,” ujarnya.
Waktu tunggu untuk mendapatkan TJP ini sekitar 45 menit. Nina, seorang karyawan swasta mengatakan bahwa ia lebih memilih naik Trans Jakarta reguler ketimbang menunggu TJP yang lebih lama.
“Saya memikirkan efisiensi waktu, sih. Sejauh ini saya tiap hari naik Trans Jakarta, alhamdulillah enggak ada yang kurang ajar,” ungkapnya. “Tapi tidak menutup kemungkinan kalau TJP jauh lebih banyak dari sekarang dan lebih sering beroperasi, saya akan pilih naik itu,” tambahnya.
Jauh Lebih Aman
Kehadiran bus TJP tentu memiliki manfaat dalam menanggulangi pelecehan seksual pada penumpang perempuan, namun sayangnya pengoperasiannya masih belum optimal. Mulai dari kurangnya jumlah armada, terbatasnya petugas, dan waktu yang harus terbuang untuk menunggu bus pink ini, evaluasi terhadap bus pink rasanya perlu ditinjau kembali. Untuk saat ini, keberadaan ruang khusus perempuan di setiap bus Trans Jakarta reguler sudah cukup berperan.
Para penumpang perempuan yang berniat naik TJP disarankan tidak dalam keadaan terburu-buru, karena kehadiran bus ini tidak dapat dipastikan waktu tepatnya. Tidak seperti bus Trans Jakarta reguler yang jumlahnya banyak dan jangka waktu antara bus yang satu dengan yang lain cukup cepat.
Dari segi keamanan, bagi perempuan yang mengutamakan keamanan dari bahaya pelecehan seksual di kendaraan umum, kehadiran TJP terasa cukup efektif.
Kabarnya, akan ada penambahan armada bus TJP berjumlah 8 buah bus single, namun belum bisa dipastikan tanggal peresmiannya. Pihak Trans Jakarta juga sedang membuka lowongan besar-besaran untuk petugas on board dan driver, khususnya yang perempuan.
Semoga, dengan semakin banyaknya bus TJP dapat mengurangi kejadian pelecehan yang dialami perempuan di dalam moda transportasi. Dan, kehadiran bus pink ini juga mampu menyadarkan para penumpang perempuan untuk beralih ke transportasi umum, sehingga bisa mengurangi kemacetan Jakarta.
Rizky Aulia D