Bisa ditebak, apreasiasi selanjutnya yakni permintaan agar anak-anak tersebut tampil pun mulai berdatangan. Termasuk ke kota Tasik dan Bandung, khusus untuk melakukan tarian ‘mapag panganten’ tersebut.
“Mulai dari yang memainkan tokoh Lengser, penari Sekar Dewi, semua dari anak-anak tuna rungu. Sejak tahun 1998 dilatih, pertama kali tampil tahun 2000 hingga kini sudah tampil ratusan kali di acara khitanan dan pernikahan di rumah maupun gedung. Termasuk diminta tampil untuk di hadapan pejabat. Juga sampai dipanggil wakil bupati Pak Dicky Chandra (saat itu).”
Mengilas balik semua kisahnya, tahun 2012, Yeti pun mengirimkan cerita soal kiprahnya tadi ke ajang Perempuan Inspiratif NOVA (PIN). Motivasi dan keberanian Yeti lalu mengantarnya terpilih sebagai PIN untuk kategori Seni, Sosial, Budaya.
“Setelah terpilih jadi PIN jadi makin banyak yang tahu. Malah murid-murid di SLB lain pindah ke sekolah yang saya ajar. Alasannya orangtua dan juga si anak juga ingin belajar tampil di masyarakat lewat bidang seni tersebut.”
Yang juga menyenangkan dan membuatnya bersyukur, lanjut Yeti, makin banyak dukungan dari pemerintah. “Dari apa yang saya lakukan ini, ternyata saya terpilih mewakili Jawa Barat sebagai guru dedikasi 2012 tingkat nasional,” cetus Yeti terharu.
Menjadi bagian dari keluarga besar PIN membuat Yeti makin antusias. Terlebih ia bisa mengenal banyak perempuan hebat yang berkiprah di banyak bidang dan peduli pada lingkungan sekitarnya.
Meski kini Yeti dipindahkan ke SLB lain dan mengajar murid-murid tuna grahita, semangatnya tak luntur. Ia berharap perjuangannya masih diteruskan. Sama seperti pengorbanannya yang tak lelah memotivasi para murid SLB untuk berani tampil di balik kekurangan yang ada.
Ade Ryani HMK/NOVA