Kisah Ninik Febriyani Membuat Puluhan Perpustakaan di Kaki Gunung

By nova.id, Sabtu, 29 Oktober 2016 | 05:01 WIB
Ninik Febriyani (nova.id)

Sungguh luar biasa. Berawal dari perpustakaan di kaki gunung Rinjani, lulusan Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta ini tak berhenti membuat perpustakaan di kaki gunung lainnya. Bersama teman-temannya, ia membuat perpustakaan di puluhan tempat di Indonesia dengan nama Book For Mountain. Gadis kelahiran Makasar, 16 Februari 1989 ini terus mengumpulkan buku dan donasi uang bagi anak-anak yang tinggal di gunung.

Boleh cerita latar belakang keluarga Anda?

Saya 3 bersaudara dari pasangan Basri dan Asmirah.  Kami tinggal di kota Makasar. Keluarga saya sangat support di bidang pendidikan. Kami ini keluarga biasa-biasa saja, tapi orangtua sangat supportif untuk urusan pendidikan anak-anaknya. Bapak seorang guru, sementara ibu pegawai di Departemen Keuangan. Sebenarnya saya enggak jago di bidang akademis, tapi mungkin karena saya dulu masuk kelas akselerasi yang semua muridnya boleh dibilang jenius, ya.

Anda kuliah di Yogya, sementara orangtua tinggal di Makassar...

Ya. Sebetulnya saya sudah biasa tinggal jauh dari orangtua sejak SMA. Karena saat sekolah di SMA 17 Makasar, saya sudah tinggal di asrama. Di SMA saya ikut kelas akselerasi, jadi hanya dua tahun. Setelah kuliah, nah, itu pertama kalinya saya benar-benar tinggal jauh dari orangtua. Saya di Jawa, mereka di Sulawesi. Enggak apa-apa, sih, jauh dari orangtua, tapi masalahnya adalah beda skill dengan teman-teman lain. Soalnya, walaupun SMA saya sekolah unggulan, ternyata skill dengan teman-teman di Jawa jauh ketinggalan. Jadi, awal-awal kuliah, saya harus beradaptasi dan mengejar ketertinggalan.

Apa yang menginspirasi Anda membuat gerakan Book For Mountain ini?

Mungkin terinspirasi dari zaman saya SD. Waktu itu ada perpustakaan, banyak buku, tapi ruangan perpustakaannya selalu dikunci. Kami pengin baca buku enggak boleh. Buku-bukunya masih hitam putih. Nah, padahal itu kami yang di Makassar, bagaimana dengan anak-anak lain yang tinggal di desa?

Lalu, awal mula Book For Mountain ini bagaimana ceritanya?

Awalnya waktu saya Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 2010 di kaki gunung Rinjani. Waktu itu tema KKN kami adalah membangun reservoir air. Orang-orang di desa tempat kami KKN enggak reservoir air, lalu kami pun ubah temanya dengan edukasi. Salah satu programnya adalah membangun perpustakaan. Sayang waktu itu kami jauh dari mana-mana. Akhirnya kami berinisiatif meminta bantuan ke Yogya untuk mengumpulkan buku-buku. Setelah buku dikirim, kami berkumpul dan punya ide, bagaimana kalau kegiatan itu dijadikan komunitas saja, namanya Book For Mountain.

Dari mana saja buku-bukunya waktu itu?

Ada 4 ribu buku waktu itu, sekitar 3.500 datang dari Yogya, sisanya kami mengajukan proposal ke toko buku di sekitar kota Mataram. Ada juga donasi uang sampai Rp10 juta. Kami memang menggalang donasi buku dan uang, soalnya banyak buku-buku sumbangan yang kondisinya enggak layak dan standarnya harus dipenuhi. Jadi, kalau donasi bukunya enggak ada, kami pakai donasi uang. Nah, sementara buku langsung dibawa ke Mataram. Teman-teman di Yogya membuat drop box di sebuah kafe. Setelah itu mereka ngirimin buku lewat bus tujuan Mataram. Nah, kami turun dari desa ke Mataram untuk ngambil buku-buku itu.

Di mana waktu itu bikin perpustakaannya? Pertama kali ada 3 desa yaitu desa Bebidas,  Otak Larangan dan Sembalun, Kecamatan Wanasaba, Lombok Timur. Sebagian lagi kami kasihkan ke SD juga. Lokasi desa-desa itu ada di kaki gunung Rinjani. Beda jaraknya sekitar 2-3 km, naik turun.