Mengapa Orang yang Suka Baca Buku Biasanya Lebih Cerdas dan Bahagia?

By nova.id, Sabtu, 10 Desember 2016 | 03:15 WIB
Orang yang Suka Baca Buku Hidup Lebih Bahagia (nova.id)

Hasil riset menjelaskan sebanyak 90 persen orang Indonesia tidak suka baca buku. Mengejutkan, ya?

Membaca buku memang belum menjadi gaya hidup yang dijalani sebagian besar masyarakat Indonesia. Pada saat yang bersamaan, televisi lebih mudah diterima dan dijangkau oleh semua kalangan, merebut perhatian setiap orang, tanpa kontrol dan filter.

Buku pun semakin terlihat tidak menarik dan tergeser dengan semarak hiburan layar kaca. Padahal, bukan berita baru lagi bahwa membaca memiliki banyak manfaat.

Dan yang mungkin Anda tidak ketahui, peran buku ternyata jauh lebih dalam dari sekadar memperkaya informasi dan pengetahuan baru. Sains membuktikan, membaca dapat meningkatkan aktivitas otak dan kemampuan analisis yang mencerminkan bagaimana seseorang berperilaku dan mengelola emosinya.

Baca: Begini Cara Lukman Sardi Menumbuhkan Minat Baca Pada Anaknya

Perbedaan aktivitas otak pada orang yang hobi membaca juga terjawab dari riset tahun 2013 di Emory University yang membandingkan hasil scan otak antara orang yang hobi membaca dan yang tidak, setelah sebelumnya meminta masing-masing partisipan untuk membaca buku literatur klasik.

Terdapat perbedaan yang signifikan dari kedua gambar tersebut. Partisipan yang hobi membaca menunjukkan aktivitas otak yang lebih giat di sejumlah area tertentu dalam otak mereka.

Hal ini dibuktikan lebih mendalam pada sebuah studi oleh Matthijs Bal dan Martijn Verltkamp, masih di tahun yang sama. Keduanya menyelidiki transportasi emosional, yang bisa menunjukkan bagaimana seseorang bisa menjadi sangat sensitif terhadap perasaan orang lain.

Bal dan Verltkamp menilai emosi yang terbawa dengan meminta para partisipan berbagi cerita yang dibaca bisa sampai sejauh mana mempengaruhi mereka secara emosional pada skala lima poin. Misalnya, bagaimana perasaan mereka ketika karakter utama mencapai suatu keberhasilan, dan bagaimana mereka merasa kasihan atau sedih untuk karakter.

Dalam studi tersebut, empati hanya tampak dalam kelompok orang yang membaca fiksi dan yang terbawa oleh alur cerita secara emosional. Sementara itu, kelompok partisipan yang tidak suka membaca menunjukkan penurunan empati.

Baca: Melatih Kecerdasan Anak dengan Membaca

Yang menarik, terdapat pula perbedaan pada mereka yang senang membaca literatur klasik dibandingkan literatur modern seperti Harry Potter, misalnya. Sastra klasik mengharuskan pembaca untuk membedah lebih dalam setiap karakternya, karena penulis klasik meramu tokoh dengan faktor-faktor penentu yang lebih kompleks, manusiawi, ambigu, dan lebih sulit untuk dipahami.

Proses pemahaman karakter-karakter, emosi yang dibawa, dan motif yang melatarbelakangi setiap aksi mereka adalah sama dalam hubungan manusia dengan satu sama lain di dunia nyata.

Sedangkan, penggemar buku seri Harry Potter cenderung menjadi orang yang lebih bijak dan toleran dalam kehidupan, menurut sebuah studi yang dimuat dalam The Journal of Applied Social Psychology (2014).

Singkatnya, pembaca literatur fiksi adalah orang-orang terbaik untuk dijadikan teman, karena mereka cenderung lebih sensitif dan bisa terlibat dengan emosi orang lain.

Namun, bagaimana dengan orang yang tak terbiasa membaca buku, apakah yang akan terjadi dengan kinerja otak mereka?

Membaca bisa memberikan ketenangan dan menurunkan tekanan darah; menyajikan sebuah dunia imajiner alternatif sebagai pelarian sementara dari masalah dunia nyata. Oleh sebab itu, baca buku bisa mencegah seseorang mengalami stress dan depresi.

Selain itu, membaca sama saja dengan melatih kemampuan konsentrasi dan fokus seseorang sehingga bisa mempermudah mereka melakukan multitasking dan menajamkan kekuatan otak dalam kemampuan mengingat dan menganalisis.

Maka dari itu, orang yang rajin membaca diketahui memiliki risiko yang jauh lebih rendah terhadap macam-macam penyakit otak, seperti demensia dan alzheimer.

Sumber: HelloSehat