Perhelatan PIN 2016 yang mengusung tema Cinta dan Harapan, dilakukan selama dua hari, Sabtu (26/11/2016) dan Minggu (27/11/2016) di Grand Tjokro Hotel, Bandung. Setelah melalui proses penjurian yang cukup ketat, maka terpilihlah tujuh orang perempuan hebat yang keluar sebagai pemenang. Selain itu, ada pula tujuh perempuan lainnya yang terpilih melalui mekanisme Editor's choice.
Tujuh kategori tersebut adalah Perempuan dan Wirausaha, Perempuan dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan, Perempuan dan Teknologi, Perempuan dan Kesehatan, Perempuan dan Seni Budaya, Perempuan dan Lingkungan, Perempuan dan Sosial. Adapun masing-masing pemenangnya:
1. Perempuan dan Wirausaha
Herlina Triesnayati, Madura, Jawa Timur Pertemuannya dengan eks pengungsi kerusuhan Sambas membuat hatinya terketuk. Ia berpikir keras bagaimana memberdayakan para perempuan pengungsi ini supaya ada tambahan penghasilan untuk membantu perekonomian keluarga. Tapi, tantangannya adalah usaha itu harus tanpa modal. Muncullah ide memanfaatkan tanaman pocok (sejenis pohon palem-paleman) yang banyak tumbuh di daerah itu. Daun pohon ini sejak lama telah dimanfaatkan masyarakat Madura untuk membuat tali yang dinamakan tali agel. Tali ini sangat kuat, sekalipun dari serat daun. Perlahan, ia mengajari ibu-ibu pengungsi untuk membuat kerajinan dari tali agel, menjadi tas, topi, taplak dan sebagainya. Usaha ini terus berkembang dan memiliki merk dagang Lyena Craft.
Sunani, Pontianak, Kalimantan Barat Perempuan kelahiran 18 Januari 1973 ini sukses memperkenalkan hasil olahan aloe vera dari Pontianak ke seluruh penjuru negeri, bahkan hingga mancanegara. Berlabel I Sun Vera, usahanya kian berkembang. Kini, setiap hari ia mengolah 2 ton aloe vera menjadi 26 produk olahan. Ia melakukan banyak inovasi produk aloe vera, mulai dari produk makanan hingga produk kecantikan. Produk-produk I Sun Vera makin dikenal, termasuk di negeri tetangga, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Untuk mengembangkan bisnisnya, Sunani pun menambah lahan tanam aloe vera sampai berhektar-hektar. Berbagai prestasi juga ia dapatkan, baik penghargaan nasional maupun internasional. Sunani juga mulai dikenal sebagai motivator bisnis.
2. Perempuan dan Teknologi
Sidrotun Naim, Bandung, Jawa Barat Sidrotun Naim adalah doktor pertama dari Indonesia di bidang penyakit udang sekaligus lulusan teladan dari Harvard University. Ia juga penerima penghargaan ilmuwan wanita muda tingkat dunia dari UNESCO. Penelitian yang dilakukannya tergolong unik, namun memberikan kontribusi nyata bagi bangsa Indonesia.
Novi Wahyuningsih, Kebumen, Jawa Tengah Sadar dunia digital akan semakin berkembang di Indonesia, Novi Wahyuningsih tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Di usia muda, perempuan asal Kebumen ini berhasil menelurkan beberapa aplikasi gratis. Dua di antaranya telah mendunia, yaitu Meo Talk dan Monzter.
3. Perempuan dan Kesehatan
dr. Louisa Ariantje Langi, Jakarta Sebagai dokter ia mendedikasikan hidupnya untuk menjadi bagian dari penanggulangan gizi buruk di pelosok Nusantara, seperti Nusa Tenggara Timur, Aceh, Mentawai. Ia juga membantu korban bencana melakukan trauma healing di Aceh dan Mentawai pasca tsunami. Tak hanya di dalam negeri, kiprahnya juga sampai ke luar negeri, seperti pengobatan pasca gempa di Nepal.
Nur Miftakhul Jannah, Malang, Jawa Timur Ibu satu anak yang tinggal di Malang (Jatim ) ini benar-benar tangguh. Kemiskinan memaksanya mencari uang untuk biaya sekolah dengan jalan mengamen dan menyemir sepatu di jalanan. Menginjak usia remaja, ia memilih menjadi seorang TKW. Tapi, sang suami menikah lagi. Dalam waktu hampir bersamaan, dia ditinggal pergi sang ibu akibat kanker payudara. Cobaan-cobaan itu nyaris membuatnya bunuh diri. Namun, ia akhirnya malah termotivasi untuk berbuat baik bagi sesama. Sepulang menjadi TKW, bersama suami barunya, dia mendirikan yayasan sosial untuk membantu masyarakat miskin yang sakit serta anak-anak dari keluarga kurang mampu.
4. Perempuan dan Pendidikan
Reza Purwanti, Tangerang Selatan Ia punya mimpi untuk anak-anak negeri. Baginya, anak-anak adalah kertas putih yang bisa dilukis apa saja. Keprihatianan akan kekerasan yang sering terjadi di rumah dan anak-anak yang tumbuh tanpa arahan jelas, membuatnya mendirikan Rumah Semut Jalan Peduli. Di tempat ini ia mendidik anak-anak dengan beragam kegiatan, seperti membaca, menulis, beragam keterampilan, hingga pembinaan karakter dan kemandirian. Ia berharap, dari Rumah Semut Jalan Peduli akan muncul calon-calon pemimpin yang jujur dan amanah.
Salma Safitri Rahayaan, Malang, Jawa Timur Ibu tiga anak kelahiran Jayapura ini mengawali karier sebagai aktivis dunia hukum yang fokus pada ketenagakerjaan. Sebagai lawyer di LSM Solidaritas Perempuan Jakarta, ia melakukan advokasi kepada para TKW yang tersandung masalah. Jiwa aktivisnya tak pernah surut meski menikah dan ikut suami tinggal di Batu, Malang (Jatim). Di kota berudara sejuk itu, anak kedua dari lima bersaudara pasangan Achmad Rahayaan dan Maryam Rahayaan ini memberdayakan perempuan desa dengan mendirikan Sekolah Perempuan. Berbagai aktivitas diajarkan, mulai mengajari tentang keterampilan sampai demonstrasi.
5. Perempuan dan Sosial
Arnis Wigati, Jakarta Berawal dari kegemarannya menjelajah pelosok negeri, ia menemui realita akan minimnya support pendidikan untuk anak pesisir di Indonesia. Ia lalu tergerak mendirikan Taman Bacaan Pesisir. Sebuah upaya nyata untuk memberikan akses dan meningkatkan budaya literasi baca dan tulis. Kini Taman Bacaan Pesisir telah berdiri di beberapa daerah, di antaranya Jerowaru, Lombok; Pujut, Lombok Tengah; Kepulauan Selayar; dan Gorontalo.
Lusia Efriyani Kiroyan, Batam, Kepulauan Riau Perempuan kelahiran 1 Agustus 1980 ini mendirikan rumah singgah Cinderella From Indonesia Center (CFIC) di Batam, Kepulauan Riau. Lewat CFI, ia memberdayakan ratusan wanita penghuni Lapas dan anak-anak jalanan membuat boneka Batik Girls. Tak sekedar boneka, Batik Girls adalah “Barbie” berambut hitam dan mengenakan batik.
6. Perempuan dan Lingkungan
Pariama M.D Hutasoit, Denpasar, Bali Ketertarikannya pada isu lingkungan berawal dari keterlibatannya sebagai field staff WWF-Indonesia untuk menjalankan program Adopt Turtle dan Turtle Night yang bertujuan menggalang dana untuk mengadopsi sarang penyu. Ia juga menginisiasi terbentuknya Kelompok Jurnalis Laut di Bali. Kini ia juga aktif pada kegiatan rehabilitasi terumbu karang di Nusa Dua, Bali.
drh. Erni Suyanti Musambine, Bengkulu Beberapa waktu lalu, foto drh. Erni Suyanti Musabine, atau Yanti, satu perahu dengan harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) menjadi viral di laman Facebook. Pujian pun berdatangan dari para netizen. Pengabdiannya terhadap perlindungan satwa liar memang luar biasa. Hampir seluruh waktunya dihabiskan di berbagai pelosok hutan di Indonesia untuk memerhatikan kelangsungan hidup satwa liar. Dokter hewan lulusan Universitas Airlangga Surabaya ini bahkan berani bertaruh nyawa demi menyelamatkan satwa liar yang kian hari terancam punah.
7. Perempuan dan Seni Budaya
Aliya Nurlela, Kediri, Jawa Timur Beberapa tahun lalu ia sempat terpuruk akibat penyakit bell’s palsy (kelumpuhan separuh saraf wajah) yang menyerangnya. Hilang rasa percaya diri akibat wajah yang jadi tidak simetris, sehingga membuatnya minder bertemu orang banyak. Pada saat itulah ia berkesempatan menekuni hobi menulisnya secara lebih intens dan mendirikan Forum Aktif Menulis (FAM) yang kini memiliki ribuan anggota, termasuk dari Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Jerman dan Saudi. Wadah untuk para penulis ini telah berdiri selama 5 tahun, memiliki 20 cabang di berbagai kota, dan menerbitkan lebih dari 500 judul buku.
Nur Anani M. Irman, Cirebon, Jawa Barat Di tengah arus modernitas, mempertahankan seni tradisi bukan perkara mudah. Salah satunya adalah tari Topeng Losari Cirebon. Namun, berkat perjuangan yang dilakukan Nur Anani M. Imran, tari Topeng Losari terdengar hingga ke mancanegara. Lebih dari 20 negara sudah didatangi ibu dua anak ini untuk mengenalkan seni tradisi ini. Sanggar Purwa Kencana yang ia pimpin pun ikut dikenal. Berikut cerita lengkap perempuan kelahiran Cirebon, 5 Juni 1977 dalam upayanya melestarikan tari Topeng Losari Cirebon.