Ina Madjidhan (NOVA No. 1251)
Awalnya Ina Madjidhan memprakarsai gerakan berbagi nasi bungkus kepada orang-orang yang membutuhkan. Tak hanya menyumbang ide, Ina juga membagi sendiri ratusan nasi bungkus itu ke jalanan, kepada para pemulung, sopir truk, penyapu jalanan, dan tuna wisma. "Ada yang menerima dengan senang hati, ada pula yang menolak dengan alasan bisa beli nasi sendiri. Gerakan itu kami beri nama Nasiku Nasimu," ujar Ina yang kami temui Februari lalu.
Lama-kelamaan, Ina merasa gerakan Nasiku Nasimu saja tak cukup. Ia kemudian mulai melakukan penggalangan dana untuk orang-orang yang sedang sakit. "Awalnya saya dengar ada yang punya penyakit tumor dan harus dioperasi. Saya ikut menggalang dana dan terkumpul Rp 7,5 juta," kenangnya. Sejak itu, ia memperluas gerakan sosialnya menjadi empat bidang, "Yaitu pangan (Nasiku Nasimu), kesehatan, pendidikan, dan tanggap darurat."
Di bidang kesehatan, Ina menggiatkan orang untuk jadi pedonor darah afaresis (untuk penderita kanker, penderita kelainan darah, dan demam berdarah). Di bidang pendidikan, ia memberi bantuan sekolah berupa les dan biaya sekolah kepada 30 anak. Sementara untuk tanggap darurat, Ina terlibat dalam kegiatan sosial saat terjadi beberapa bencana. "Misalnya saat bencana Merapi dan Mentawai," kata ibu satu anak ini.
Apa sebenarnya yang membuat Ina mau bersusah payah menjalani berbagai kegiatan sosial ini? "Saya pikir, tiap manusia ibarat gelas. Suatu masa ketika gelasnya sudah penuh, ia mesti menuangkan air dalam gelas yang penuh, agar dapat kembali mengisinya. Sesimpel itu saja," ujarnya seraya tersenyum.
Sofie N Safitri menggerakkan jemari lentiknya, mengajari tari-tarian daerah kepada penghuni Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Magelang. Kegiatan ini dilakoninya di tahun 2007 lalu. "Ceritanya saya yang mengajar tari di SD Gedongsari 5 dan UMM sering diminta menari jika ada pejabat datang. Oleh Direktur RSJ Magelang, Pak Junaidi, saya diminta melatih pegawai RSJ menari," ujar Sofie membuka cerita.
Saat melatih para pegawai RSJ itulah, menurut Sofie, banyak pasien yang mengikuti gerakan tarinya di belakang. "Saya heran, kok, orang sakit jiwa bisa mengikuti tari dengan baik?" ujar Sofie yang kemudian menemukan tari bisa berpengaruh baik bagi para pasien RSJ. "Ini sebagai sosial terapi. Pasien kalau minum obat, kan, jadi lelah dan tidur. Daripada minum obat, saat pasien menari fisiknya jadi lelah dan akan tertidur sendiri."
Menghadapi pasien RSJ pun harus dilakoni Sofie dengan sabar. "Pernah ada yang menjambaki rambut saya. Dikiranya saya pacar bekas suaminya, ha ha ha," tukas Sofie yang meraih predikat Pemuda Pelopor (PP) Tingkat Nasional berkat kiprahnya.
Berkat predikat PP Sofie pula, pasien RSJ jadi bisa lebih banyak keluar RSJ untuk pentas tari bersamanya. "Penonton banyak yang mengira saya juga pasien RSJ. Bahkan banyak yang bilang, 'Cantik-cantik, kok, sakit jiwa?' Ha ha ha," tutur Sofie yang tak pernah ambil pusing dengan anggapan orang.
Sayang, Januari lalu Sofie mengalami kecelakan motor yang membuat engsel kakinya patah. Otomatis, ia harus berhenti menari. Sofie yang pernah belajar membatik dari seorang pasien RSJ lantas banting setir. "Saya membuat Sekar Batik, menggali motif Magelangan yang memang belum ada."
Dengan brand Sekar Batik, Sofie berhasil mendapatkan penghargaan juara 1 Kube (Kelompok Usaha Bersama) Berprestasi Tingkat Nasional. "Kalau sedang pameran, saya ajak para pekerja miskin untuk jadi SPG," tutupnya.
Ajeng / bersambung
KOMENTAR