Pada 20 – 24 Nopember 2016 para jurnalis menjelajah kota Malang dalam rangka Datsun Raisers Expedition (DRE) 2. Selama empat hari penuh tersebut peserta tidak hanya diperkenalkan bagaimana ketangguhan Datsun di berbagai medan tetapi sekaligus untuk mengekplore Malang baik itu dari sudut budaya, wisata sampai local heroes yang ada di kota dingin tersebut.
Head of marketing Datsun Indonesia Christian Gandawinata menjelaskan bahwa berbeda dengan pelaksaan DRE 1 di awal tahun 2015 dimana dalam ekpedisi saat itu 315 orang raisers diajak merasakan bagaimana kehandalan mobil jenis low cost green car (LCGC) Datsun Go dan Datsung Go+ mobil ketika menjelajah 1500 kilometer dengan melintas 150 kota di enam pulau. “Saat itu yang kami utamakan bagaimana kehebatan fisik maupun kenyamanan Datsun selama kegiatan berlangsung bukan mengeksplore daerah yang dilintasinya,” kata Christian.
Tapi untuk DRE 2 kali ini yang diutamakan para raisers ditunjukkan sekaligus menggali potensi kawasan yang dilintasi baik dari sisi budaya, wisata maupun pahlawan yang lahir di daerah tersebut. Selama acara berlangsung jurnalis dan raisers diajak menjelajah dengan jarak total jarak 300 km dari mulai kawasan perkotaan kota, pegunungan sampai dataran rendah di tepi pantai laut selatan dengan segala keindahan alamnya.
SUSURI SUNGAI NIKMATI ALAM
Hari pertama para jurnalis dari media lokasi dan nasional diajak ke lapangan Rampal. Malang disana diadakan mini festival untuk masyarakat Malang dan sekitarnya. Berbagai aktifitas dilakukan mulai panggung hiburan, lomba mewranai untuk anak-anak, lomba menghias kue untuk ibu dan masih banyak lagi. Acara yang dipenuhi oleh ribuan pengunjung itu berlangsung dari pagi sampai malam.
Usai melihat suasan pesta rakyat kemudian para jurnalis diajak ke Kali Maron, yang ada di Desa Wringinanom, Kec. Poncokusumo, Kabupaten Malang. Desa yang ada di kawasan dataran tinggi yang masuk wilayah Malang Selatan tersebut rombongan diajak bermain tubing untuk menikmati keindahan alam. Tubing adalah hampir sama dengan rafting tetapi bedanya jika rafting peserta dengan naik perahu karet sedang tubing masing-masing peserta naik ban dalam mobil besar untuk mengapung diatas derasnya air.
Dari base camp penyedia jasa tubing X-Maron, kemudian belasan peserta dengan mengenakan vest pelampung lengkap dengan helm pengaman diangkaut ramai-ramai naik mobil bak terbuka ke arah sungai yang ada di dataran tinggi dengan suasana alam pedesaan begitu terasa.
Begitu tiba di tempat tujuan kemudian peserta dibriefing oleh guide tentang teknik naik tubing termasuk bagaimana apabila ban yang ditumpangi terbalik diantara derasanya air sungai.
Bagitu briefing usai kemudian masing-masing peserta naik dengan tubuh setengah terlentang dan wuss.. hanyut sudah dibawsa derasnya air. Meski air tidak terlalau dalam paling hanya setinggi pusar orang dewasa namun pada awal naik agak sedikti takut juga. Sebab badan kita hanyut berputar-putar diantar arus air yang deras di sela-sela bebatuan besar yang ada di sekelilingnya.
TUBING TERBALIK
Tapi setelah penyesuaian beberapa saat bukan kengerian tetapi justru rasa nyaman dan mengasyikkan. Sepanjang melintasi sungai sejauh 4,5 kilometer yang ditempuh dalam 2,5 jam tersebut yang ada hanya gemericik air dan areal persawahan yang ada di sekeling. Sekali-sekali teriakan dari peserta yang perahunya terbalik hingga helm terbentur batu di dasar sungai membuat suasana terasa semakin meriah. “Wow… meski agak sedikit deg-degan ternyata asyik juga,” teriak Aris, wartawan Radar Malang.
Para guide yang jumlahnya ada sekitar enam orang juga selalu ada di tempat-tempat cerukan yang berair deras yang rawan kecelakaan. “Kami memang sudah tahu dimana saja lokasi yang membahayakan,” kata seorang guide diantaranya.