Perilaku anak adakalanya di luar prediksi kita. Termasuk misalnya ketika ada tamu datang ke rumah.
Ada anak yang tanpa basa-basi langsung mengambil menu yang dihidangkan untuk tamu. Ada juga yang lewat di depan tamu mondar-mandir tanpa bilang, “Permisi”. Ada juga anak yang loncat-loncat di sofa di hadapan tamu. Bahkan, ada yang ikut nimbrung ingin ngobrol atau memotong pembicaraan serius antara tamu dan orangtuanya.
Ya, polah anak-anak memang beragam dan unik. Kadang, kita berusaha maklum dengan sikap dan perilaku seperti itu dengan mengatakan,”Namanya juga anak-anak!” Akan tetapi, sebenarnya anak juga perlu mulai diajarkan tentang etika dan sopan santun ketika ada tamu berkunjung ke rumah.
Menurut Ellen Susila, M. Psi., Psikolog., dari RSIA Grand Family, Pantai Indah Kapuk, polah anak seperti itu terkadang memang terjadi pada anak batita (di bawah tiga tahun) dimana pada tahapan usia itu, ia cenderung bersifat egosentris.
Alhasil, anak cenderung asyik terhadap dirinya sendiri dan menjadi kurang peka dengan sekelilingnya.
“Selain itu, anak pada tahapan usia ini memiliki rasa ingin tahu yang besar, ditambah adanya kebutuhan anak untuk diperhatikan oleh lingkungan sekitar. Khususnya, orang-orang yang baru ditemui sehingga anak berperilaku demikian tanpa tahu benar atau salah. Karena itu anak penting diajarkan etika dan sopan santun.”
Baca: Agar Anak Pintar Bergaul dan Humoris, Didik dengan 7 Cara Ini
Mulai dari 5 Hal Sederhana
Sebenarnya, penanaman etika sopan santun ini, bisa dimulai ketika anak berusia 1-1,5 tahun ketika ia sudah mulai mengerti akan ucapan orangtua. Si kecil bisa mulai diajarkan untuk melakukan sopan santun dari hal yang paling sederhana. Misalnya,mengucapkan terima kasih ketika mendapatkan sesuatu.
Kemudian, mengajarkan sopan santun pada anak khususnya anak usia 1-3 tahun, bisa dimulai dari hal yang sederhana. Misalnya, memberi salam, meminta izin “permisi”, mengucapkan “terima kasih” bila mendapatkan sesuatu, mengucapkan kata “tolong” bila hendak meminta bantuan.
Salah satu contohnya, “De, kalau mau lewat coba bilang permisi, ya!” Lalu minta anak mengulangi kata “permisi”. Bila anak belum bisa bicara dengan jelas atau hanya mengucapkan huruf belakangnya saja, tentu tidak masalah. Yang penting, anak mengikuti apa yang kita bicarakan.
Perlu diperhatikan juga agar anak menatap mata kita ketika bicara. Lakukan ini secara konsisten, sehingga perilaku tersebut akan terbentuk pada anak.
Baca: Tips Mendidik Anak Tukang Bantah dari Psikolog
Orangtua Jadi Contoh
Selanjutnya, untuk anak usia prasekolah, umumnya empati sudah mulai terbentuk. Karena itu, dengan metode mendongeng atau membacakan buku cerita mengenai tata krama dapat membantu anak dalam memahami sopan santun.
Begitupula dengan bermain peran. Misalnya, anak menjadi tamu dan ibu menjadi anak. Ibu dapat bermain peran sebagai anak yang berperilaku positif ketika tamu datang, sehingga anak dapat meniru di kemudian hari.
Dengan seiring bertambahnya usia, misalnya ketika anak berusia 7 tahun, ia sudah cukup mampu berpikir logis. Maka memberikan pemahaman lebih detil mengenai apa itu sopan santun dan pentingnya sopan santun dalam kehidupan sehari-hari bisa dijelaskan kepada anak.
Tak kalah penting, perlu diperhatikan juga adalah role model atau panutan dari figur orangtua. Bila ayah dan ibu berperilaku sopan terhadap orang sekitar maka anak melihat dan akan menginternalisasi nilai-nilai tersebut ke dalam diri.
Selain itu, proses juga salah satu kunci dalam mengajarkan anak untuk berperilaku sopan. Terkadang tidak semua anak bisa langsung melakukan setelah orangtua memberikan contoh atau nasihat.
“Intinya, jangan pernah bosan untuk terus selalu mengajarkan tata krama pada anak. Pasalnya, seiring dengan bertambahnya usia, anak akan paham tentang pentingnya sopan santun.”
Baca: Mengapa Si Kecil Dijauhi Temannya?
Dampak positif jangka panjang
Adapun dampak positif mengajarkan etika, anak jadi mampu menghargai orang lain disekitarnya. Selain percaya diri dan cerdas secara emosional, anak juga jadi tahu cara belajar mengontrol diri soal mana perilaku yang baik dan buruk.
Jika tidak diajarkan sejak usia dini, iapun jadi cenderung tidak menghargai orang lain, kurangnya kontrol diri, dan kesuksesan seorang anak kelak di dunia kerja, kehidupan sosial dan pribadinya juga dapat terhambat.
Baca: 10 Persiapan Merencanakan Playdate Seru Bersama Anak
Nah, bagaimana jika anak diajak bertamu?
Perhatikan hal-hal berikut untuk diajarkan pada Si Kecil, ya:
- Ajarkan untuk mengetuk pintu atau menekan bel terlebih dahulu untuk memberitahukan bahwa kita sebagai tamu telah tiba.
- Ajarkan mengucapkan permisi atau mengucapkan selamat siang, sore atau malam, assalamualaikum dan sebagainya.
- Setelah bertegur sapa, ajak anak untuk duduk di tempat yang disediakan.
- Beritahu anak bahwa bila sedang berkunjung ke rumah orangtua lain tidak boleh berlari-lari dan mengambil barang-barang tanpa izin. Ajarkan anak untuk mengatakan kepada tuan rumah jika ingin memegang atau meminjam barang-barang di rumah tersebut.
- Setelah itu, untuk anak yang lebih besar, bisa kita tanamkan empati. Misalnya, bila kita ingin diperlakukan baik oleh orang lain kita juga harus berlaku demikian.
- Terkadang saat kita bertamu, anak merasa bosan. Bila ini yang terjadi, orangtua dapat melakukan negosiasi dengan anak. Misalnya, memberitahukan kepada anak bahwa waktu berkunjung tidak lama. Bila anak sudah mengerti waktu, orangtua dapat menjelaskan waktu yang diinginkan untuk berkunjung. Misalnya, sampai jarum jam panjang angka 10 atau 12. Orangtua harus menepati perjanjian yang telah ditetapkan tersebut.
- Anak juga dapat diberikan penjelasan bahwa dengan bertamu, ia bisa memeroleh banyak teman. Dengan anak bertamu ke rumah orang lain, teman orangtua maupun saudara, anak akan belajar mengenai pentingnya menjalin relasi dengan orang sekitar yang nantinya akan terbawa hingga ia dewasa.
- Selain itu, anak juga akan belajar beradaptasi atau menyesuaikan dengan lingkungan baru dan orang baru yang ditemui. Disamping itu, dengan bertamu, anak belajar mengenai berbagai aturan dari rumah orang yang bersangkutan, sehingga memperkaya wawasan anak dan kepekaan anak terhadap lingkungan sekitar juga lebih terasah.
Hilman Hilmansyah/Tabloid NOVA