Anda Doyan Gonta Ganti Gadget Terbaru Demi Rasa Gengsi? Baca Ulasan Ini

By nova.id, Kamis, 8 Juni 2017 | 07:00 WIB
Anda Doyan Gonta Ganti Gadget Terbaru Demi Rasa Gengsi? Baca Ulasan Ini (nova.id)

Hasil riset Pew Researh Center, secara gamblang menjelaskan keunikan generasi millennial yang mencolok dibanding generasi sebelumnya adalah soal penggunaan teknologi dan budaya pop/musik. “Kehidupan generasi millennial tidak bisa dilepaskan dari teknologi terutama internet, entertainment/hiburan sudah menjadi kebutuhan pokok bagi generasi ini,” tutur Dida Nurhaida, Praktisi Keuangan, Investasi & Pasar Modal dari Fahima Advisory.

Di  Indonesia, hasil survei yang dilakukan Alvara Research Center tahun 2014 menunjukkan generasi yang lebih muda, 15-24 tahun, lebih menyukai topik pembicaraan yang terkait musik atau film, olahraga, dan teknologi. “Sementara generasi yang berusia 25-34 tahun lebih variatif dalam menyukai topik yang diperbincangkan, termasuk di dalamnya sosial politik, ekonomi, dan keagamaan.”

Konsumsi internet penduduk kelompok usia 15 – 34 tahun juga jauh lebih tinggi dibanding dengan kelompok penduduk yang usianya lebih tua. “Hal ini menunjukkan ketergantungan mereka terhadap koneksi internet sangat tinggi.”

Baca: Sering Stres Karena Hal Sepele, Ciri Anda Termasuk Ibu Generasi Millenial?

Generasi Konsumtif Generasi millennial juga dikenal sebagai generasi konsumtif. “Tingkat konsumsi yang tinggi sangat dipengaruhi pergaulan. Nonton konser musik di akhir pekan, hobi hangout di kafe, hingga gadget terupdate adalah tiga dari banyak contoh.”

Tak heran, dengan pola hidup konsumtif tersebut, pengelolaan keuangan generasi ini berantakan alias tidak terencana dengan baik. Biasanya, terang Dida, millennial mengelola keuangan dengan perbandingan 50:40:10. Artinya 50% untuk biaya hidup, 40% untuk hobi, hiburan, dan rekreasi, 10% untuk tabungan dan investasi.

Selain itu, pola belanja mereka lebih unik. “Mereka lebih memilih menghamburkan uang untuk sesuatu yang memperluas pengalaman daripada hal-hal yang sifatnya materiil.” Artinya, berlibur atau menonton konser lebih bernilai daripada membeli mobil atau barang-barang materiil lainnya.

Perbedaan skala prioritas dan pandangan akan nilai tersebut berujung pada perbedaan alokasi uang. Bahkan untuk saving pun tujuan berbeda dari generasi sebelumnya. “Umumnya menabung untuk memuaskan hasrat petualangan mereka seperti traveling. Bukan karena sadar akan tujuan menabung untuk keperluan darurat menyiapkan dana pensiun sejak dini.”

Baca: Fenomena Ibu Muda Generasi Millenial yang Lebih Suka Bisnis Online

Banyak Berbisnis Sedangkan dari kacamata psikologi, Tara de Thouars, memaparkan generasi millennial kini banyak yang lebih memilih bisnis sebagai cita-cita. “Menjadi dokter atau insinyur bukan menjadi pilihan lagi. Pasalnya, kesempatan terbuka lebar dimana bisnis baru bermunculan dan berani mencoba banyak hal.”

Ketika gagal di satu bisnis, mereka akan dengan mudah mencoba bisnis lain. “Kelebihannya mereka lebih kreatif dan mau mencoba berbagai hal. Hal ini membuat perbedaan jauh antara generasi millennial dengan orangtua mereka. Makanya sering terjadi perdebatan karena adanya beda pendapat, kebiasaan dan cara berpikir.”

Kemudahan berbisnis tentu ditunjang dengan perkembangan teknologi. Ini membuat mereka lebih mudah mendapat peluang keuangan dari sisi manapun. Contohnya, bisa jualan lewat Instagram, Facebook, dan sebagainya. “Namun sayangnya generasi ini kurang tidak berpikir panjang dengan konsekuensinya, karena ingin praktis dan instan. Akhirnya keputusan yang dibuat pun seringkali tidak matang.”

Selain berguna untuk bisnis, teknologi juga membuat si millennial kecanduan belanja online. Transaksi transfer online mengakibatkan tak ada perantara yang bisa menahan kecanduan tersebut.  “Jadi, meski masih bisa menabung namun kecenderungan lebih kecil. Bagaimana mau menabung, kalau lebih banyak disuguhi belanjaan bagus dan menggiurkan.”

Menurut Tara, faktor penerimaan dalam lingkungan dan status sosial memengaruhi si millennial menjadi konsumtif. “Jika tak memiliki gadget keluaran baru, siap-siap menghadapi bully karena dianggap tidak eksis. Sehingga mau tidak mau, bagaimanapun caranya, dia harus mendapatkan benda tersebut. Tak masalah jika orangtua tidak bisa memberi, kan, bisa menyicil. Keinginan menabung pun kalah dengan kebutuhan psikologisnya.”

Noverita K. Waldan/TabloidNova