“Sebelumnya saya belum berani me-ngambil kredit karena takut ti-dak bisa bayar. Namun setelah men-dapatkan pemahaman manfaat da-ri kredit untuk pengembangan usa-ha, maka saya pu-tuskan untuk me-ngambil kredit,” tuturnya.
Kini Sujarwati erat bergande-ngan dengan Bank BRI. Selain ingin menambah bantuan modal guna me-wujudkan pabrik olahan salak yang modern, ia juga menginginkan manfaat kerja sama yang lain seperti peningkatan kapasitas, pe-ngembangan pemasaran melalui event pameran.
Bila di awal usaha keuntungan yang ia peroleh bisa mencapai Rp25-50 juta per bulan, kini sudah mencapai Rp50-100 juta.
“Tapi saya tidak mau senang sendiri. Keuntungan terbesar saya gunakan untuk amal, membiayai sekolah anak-anak angkat saya. Istilah saya living for life,” katanya.
Permintaan produknya pun makin meningkat, sehingga dia mampu memberdayakan masyarakat sekitar di antaranya petani salak yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani salak se-Kecamatan Turi untuk memasok hasil salak kepadanya.
Selain itu juga pengarajin keranjang anyaman bambu karena konsumen lebih menyukai kemasan yang alami. Sehingga dari usahanya tersebut tidak hanya mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga namun juga kesejahteraan masyarakat sekitar.
Selain mimpi punya pabrik modern, Sujarwati juga ingin “menyulap” rumah joglonya menjadi lokasi kuliner serba salak. Belakangan, Sujarwati menerima tawaran dari sebuah marketplace besar untuk memasarkan produknya di 7 negara.
Desa Wisata Dewi Kembar pun makin luas dikenal. Tak cuma warga biasa dari luar DIY yang berkunjung, tokoh-tokoh politik seperti keluarga Megawati, Hatta Rajasa, SBY dan para purnawirawan jendral bintang lima juga berkunjung menikmati kuliner salak dan wisata budaya.
Rini Sulistyati
foto: widi nugroho/dok. nova