Mereka yang mendapati dirinya atau orang terdekatnya terkena kanker tentu tak asing lagi dengan dua pengobatan dalam bentuk kemoterapi dan radiasi (radioterapi).
Keduanya memiliki tujuan yang sama dalam menangani kanker, namun memiliki sejumlah perbedaan.
Dan hal ini yang jarang dipahami oleh awam.
(Baca: Jalani Kemoterapi, Aldi Taher: Awalnya Mual dan Lemas)
Menurut Prof. Dr. dr. Andrijono, SpOG(K)., kemoterapi sangat berbeda dengan penyinaran atau radiasi.
“Kemoterapi adalah penggunaan zat kimia untuk perawatan penyakit, sedangkan penyinaran adalah penggunaan radiasi untuk menghancurkan jaringan kanker,” jelas Prof. Andrijono.
Kemoterapi sendiri memiliki cara kerja dengan menghentikan atau memperlambat pertumbuhan sel kanker yang berkembang dan membelah diri dengan cepat.
Sayangnya, kemoterapi juga dapat memengaruhi sel sehat.
(Baca: 2 Alasan Mengapa Kepala Penderita Kanker Umumnya 'Botak')
“Itu dia mengapa muncul efek samping pada kemoterapi, karena sel sehat juga ikut terpengaruh,” jelas Prof. Andrijono yang juga menjabat sebagai Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI).
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker yang cukup efektif, meskipun memiliki efek samping.
Efek samping kemoterapi muncul karena obat-obatan tersebut tidak memiliki kemampuan untuk membedakan sel kanker dan sel sehat yang sama-sama sedang berkembang.
(Baca: Sering Mual dan Berat Badan Menyusut, Penderita Kanker Harus Mendapat 3 Jenis Nutrisi Ini)
Rambut rontok, kehilangan nafsu makan, sesak nafas, mual, muntah, adalah beberapa efek samping yang biasa dialami oleh para penderita kanker seusai menjalani kemoterapi.
Pada radioterapi, dilakukan penyinaran dengan sinar radioaktif dan selama prosesnya tidak menggunakan bahan kimia.
Cara kerjanya, dengan menghancurkan sel-sel kanker, bukan pada sel-sel yang sehat.
(Baca: Benarkah Radiasi dari Wi-Fi dan Alat Elektronik Bisa Memicu Kanker?)
Selain itu, radiasi dilakukan pada area yang spesifik, dan reaksi yang muncul hanya ada pada bagian tersebut saja.