Perempuan, Pahami 7 Hal yang Sebaiknya Disepakati Sebelum Menikah dan Jadi Istri

By Ade Ryani HMK, Kamis, 11 Mei 2017 | 02:45 WIB
Banyak Pasangan Muda Lebih Suka Sewa Daripada Punya Rumah Sendiri, Kenapa? (Ade Ryani HMK)

Ada segudang masalah yang harus disepakati sebelum memutuskan untuk sehidup semati dalam ikatan pernikahan.

Menurut Johanes Papu, Msi, psikolog, idealnya pasangan suami-istri menentukan komitmen atau kesepakatan-kesepakatan sebelum mereka menikah.

Beberapa komitmen yang perlu dibicarakan antara lain.

1. Keuangan

Dalam menentukan siapa yang berwenang memegang kendali keuangan, yang penting adalah transparansi antara Anda dan pasangan.

Jika sama-sama bekerja, kedua belah pihak harus menghargai dan juga memaksimalkan cara pengaturan keuangan tersebut.

"Masalah siapa yang memegang uang, bukan hal utama. Walaupun teknisnya mungkin yang punya banyak kesempatan untuk akses ke bank misalnya, yang pegang uang. Flesibel saja. Apalagi sekarang ada joint account atau tabungan bersama dimana suami-istri bisa sama-sama memantau," ujar Johanes.

(Baca: Selain Komunikasi dan Keuangan, Faktor Satu Ini Tentukan Kebahagiaan Suami Istri)

Lantas, jika keuangan dipegang istri, apakah suami harus menyerahkan semua gajinya?

Menurut Johanes, konsep ini tidak selalu tepat. Karena seringkali ada istri yang tak bisa me-manage uang.

Selain itu, jika Anda tinggal di kota besar seperti Jakarta, konsep suami menyerahkan 100% gaji pada istri juga "merepotkan".

Sebab, bagaimana pun juga suami yang mobile atau bekerja, akan membutuhkan uang, semisal untuk beli bensin. Jika semua diserahkan ke istri dan tiap hari minta ke istri, repot.

Sebelum menyerahkan gaji ke istri, suami sebaiknya menentukan berapa anggaran per bulan, misalnya kebutuhan bensin dan hiburan.

(Baca; 7 Alasan Generasi R Lebih Mementingkan Gaya Hidup daripada Punya Rumah)

Yang perlu diserahkan adalah yang menyangkut kebutuhan bersama.

Jadi, harus pintar-pintar mengatur supaya satu sama lain tidak begitu tergantung.

Sangat perlu bikin anggaran keuangan bulanan yang jelas, mulai dari biaya listrik, telepon, air, makan, pendidikan anak, kesehatan, rekreasi, tabungan, dan hal lain yang tak terduga.

Besar pasak daripada tiang, mungkin terjadi.

Yang penting, bagaimana Anda me-manage pendapatan supaya bisa cukup.

(Baca: Cara Agar Suami Tak 'Cemburu' dengan Kesibukan Istri di Pekerjaan)

2. Tempat Tinggal

Tak jarang, lantaran belum punya tempat tinggal sendiri, pasangan suami-istri masih tinggal di rumah orangtua atau mertua.

Selain itu, dalam kultur masyarakat Indonesia, kadang orangtua tak ingin anaknya meninggalkan rumah.

Jadi, lebih enak tinggal di rumah sendiri atau mertua?

Menurut Johanes, idealnya dalam satu rumah ada satu keluarga dengan satu kepala keluarga.

Jika satu rumah ada lebih dari satu kepala keluarga, sudah tidak sehat.

(Baca: 5 Versi Hubungan Mertua Menantu yang Sering Dialami dan Cara Menghadapinya)

Jika tinggal di rumah sendiri, Anda dan pasangan punya kemandirian untuk mengatur rumah tangga, mulai dari mengatur keuangan, tata letak rumah, hingga kondisi rumah.

Anda juga memiliki kebebasan secara individual.

Sebaliknya, berikut hal-hal yang mungkin terjadi jika tinggal dengan mertua :

"Jadi, perlu ada garis jelas mana yang boleh dan mana yang tidak. Mana yang harus ditangani anak dan mana orangtua. Jangan sampai berkesan, anak menguasai orangtua dan sebaliknya. Yang pasti sebaiknya jangan sampai terjadi dalam satu rumah, orangtua dan anak masak sendiri-sendiri. Menurut saya hal ini kurang cocok," jelas Johanes.

3. Lepaskan diri dari orang tua

Dalam kultur Indonesia, campur tangan orangtua dalam kehidupan rumah tangga anak masih tinggi sekali.

Dalam hal ini, sejauh mana peran orangtua terhadap pasangan Anda. Hal ini harus dikenali dalam masa pacaran.

Jangan sampai setelah menikah pasangan tak bisa lepas dari orangtua, dalam arti "anak mami" atau "anak papi".

Contohnya, beli mobil saja pasangan harus bertanya ke orangtua, sedangkan Anda malah tak dimintai pendapat.

"Pasangan akan merasa tak dihargai. Padahal, dalam pernikahan, pasangan adalah orang yang dimintai saran, bukan orang lain. Banyak pasangan terjebak dalam hal ini."

(Baca: Wow, 76 Persen Perceraian Terjadi Karena Tak Cocok Dengan Mertua )

Agar tidak terjadi hal seperti ini, sebisa mungkin tidak sedikit-sedikit lari ke orangtua.

Tanpa bermaksud menyakiti hati orangtua, berusaha dan berani mengambil keputusan sendiri.

Jika selalu tergantung pada orangtua, bisa-bisa lama-kelamaan kita tidak punya identitas diri.

Jadi, pelan-pelan harus berani berkata "tidak" untuk sesuatu yang kita yakini benar. Dan harus bersama pasangan, jangan hanya satu pihak.

(Baca: Sering Beda Pola Asuh, Ini Tips Menitipkan Anak pada Mertua)

4. Batasi "hobi"

Anda suka nongkrong bareng teman sepulang kantor?

Nah, setelah menikah, sebaiknya batasi frekuensi acara nongkrong bareng teman. Intinya, hindari melakukan kebiasaan-kebiasaan yang tidak mendukung kehidupan suami-istri.

(Baca: Suami Dekat dengan Perempuan Lain Tanpa Peduli Perasaan Istri, Lebih Baik Cerai atau Bertahan?)

5. Alokasi keuangan

Beli mobil atau furnitur? Keputusan membeli mobil, misalnya, untuk suami-istri yang kondisi keuangannya pas-pasan, harus dibicarakan benar-benar.

Jangan sampai salah satu pihak nantinya tidak puas. Intinya, modal atau harta yang merupakan hasil kerja bersama, harus disepakati bersama.

Hal ini juga berlaku untuk harta yang merupakan hasil keringat sebelum menikah.

(Baca: Tips Kelola Keuangan Bagi Ibu Modern yang Boros dan Susah Menabung)

6. Anak

Hal ini mesti dibahas sebelum menikah. Jangan sampai setelah menikah Anda ingin punya anak, sedangkan pasangan Anda tidak.

Jika memang ingin punya anak, sebaiknya pasangan suami-istri melakukan tes kesehatan pra nikah.

7. Bekerja atau jadi IRT

Hal ini berhubungan dengan kondisi ekonomi.

Jika sebelum menikah Anda dan pasangan sudah bekerja dan setelah menikah suami tetap menginginkan Anda bekerja, maka perlu pintar-pintar membagi waktu antara pekerjaan dan rumah tangga.

Apalagi jika nantinya sudah punya anak.

Kendati demikian, mengurus rumah tangga dan anak tidak dibebankan 100 persen pada istri.

Idealnya, rumah tangga dan anak bisa dikerjaan berdua. Fleksibel.

(Baca: 7 Rahasia Karier Sukses dan Rumah Tangga Bahagia)

Triwik Kurniasari/NOVA.id