Lama waktu mengerjakan sepotong kain batik biasanya tiga hari per karyawan. “Tinggal menghitung jumlah karyawan yang diperlukan untuk mengejar tenggat waktu. Upah karyawan Rp10 ribu per meter,” lanjut Gusriyani yang selalu menyediakan uang dengan nominal tertentu sebagai persediaan di rumah.
Seiring dengan permintaan pasar yang semakin tinggi, Gusriyani mulai memanfaatkan pinjaman kredit dari Bank BRI. Pada tahun 2013, awalnya ia mencoba KUR BRI sebesar Rp20 juta, dan ternyata usahanya berkembang dengan pesat sehingga Gusriyani memutuskan untuk tetap setia menjadi debitur BRI. “Saya memilih BRI karena persyaratannya tidak rumit. Alhamdulillah, saya selalu tepat waktu melunasi cicilan sehingga BRI selalu mempercayai saya hingga saat ini, ditambah BRI banyak membantu saya dalam membuka pasar baru melalui pameran di luar kota” akunya.
(BACA: Harga Bersaing! Inilah 5 Tempat Belanja Kain Termurah di Jakarta )
Seiring berjalannya waktu, Gusriyani memperluas ruang pajangan batik dari teras rumah menjadi ruko yang berlokasi di Jl. Raflesia RT. 03, RW 01 Kelurahan Nuas Indah, Kec. Ratu Agung, Bengkulu. Selain lebih strategis dan nyaman, ruangannya menjadi lebih luas sehingga cukup untuk menampung seluruh kain dan baju batik dagangannya yang dibanderol dengan variasi harga antara Rp400 hingga Rp600 ribu. Ia juga menyediakan tempat khusus untuk menampilkan kreasi tas tangan dan dompet dengan motif khas Bengkulu.
Kreasi, Kunci Bertahan Dalam Persaingan
Keaslian motif batik diperlukan dalam mempertahankan kualitas Batik Besurek. Selain itu, kain batik memiliki keunikan tersendiri karena keindahannya akan terlihat berbeda dari masing-masing orang. “Saya bilang tidak bagus, orang bilang biasa saja, begitu juga sebaliknya terkadang saya merasa motifnya biasa ternyata pembeli bilang indah dan bagus. Pernah kejadian saat pameran di Jakarta, saya mengenakan batik yang menurut saya biasa-biasa saja. Eh, ada pelanggan minta saya mencopot baju karena mau ia beli. Yah, saya kasih saja,” katanya sembari tertawa.
Di tengah gempuran bisnis serupa, tercatat ada sembilan orang pengrajin batik Besurek di Kota Bengkulu sedangkan pedagangnya setiap saat terus bertambah. Guna mempertahankan keberlanjutan bisnisnya, Gusriyani memacu dirinya untuk berkreasi menciptakan motif-motif baru. “Mengerjakan batik harus gesit dan kreatif, banyaknya motif baru yang dihasilkan dapat mengundang minat pembeli sesuai dengan selera yang disukai,” ucap Gusriyani membeberkan rahasia usahanya.
“Alhamdulillah dari hasil usaha Batik Besurek, saat ini saya telah mampu memperbaiki rumah serta memperluas tempat usaha,” paparnya. Di samping itu, Gusriyani patut bersyukur melalui usahanya melestarikan kain tradisional, ia juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk keluarga serta masyarakat.
Tumpak Sidabutar