NOVA.id - Sejak Jumat (24/11), di berbagai media beredar informasi bahwa BPJS Kesehatan sudah tak menanggung lagi delapan penyakit katastropik.
Berbagai kekhawatiran di tengah masyarakat merebak, dan bahkan memicu komentar dari berbagai pihak.
Delapan penyakit katastropik tersebut adalah jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, talasemia, leukimia, dan hemofilia.
Menanggapi hal tersebut, pihak BPJS menyatakan bahwa informasi tersebut tak sepenuhnya betul.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat pun mengeluarkan siaran pers terkait isu tersebut. Ia menceritakan awal mula salah informasi yang beredar di masyarakat.
Baca juga: Mewahnya Apartemen Pemberian Faisal Harris untuk Jennifer Dunn Seharga Rp 20 Miliar
Kesalahpahaman berawal dari sebuah diskusi yang digelar pada Kamis lalu (23/11).
BPJS Kesehatan diminta paparan tentang perkembangan pengelolaan JKN-KIS.
Lalu dalam paparan tersebut ditampilkan sebagai gambaran di Jepang, Korea, Jerman, dan negara-negara lainnya yang menerapkan cost sharing.
"Pada saat itu kami memberikan referensi akademik. Jadi jangan salah paham duluan, ya," kata Nopi.
Baca juga: Hemat 70%, Dapatkan Handuk Premium Terry Palmer Hanya di Alfamidi
Menurut Nopi, saat era Askes dulu, pemerintah memberikan dana subsidi bagi penyakit-penyakit katastropik. Pemberian dana tersebut dilakukan sejak 2004 sampai dengan 2013.
"Sejak PT Askes (Persero) bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan pada 2014 lalu sampai sekarang, belum ada regulasi tentang subsidi pemerintah untuk penyakit katastropik. Padahal, dulu ada subsidi. Saat ini hal tersebut tengah diusulkan untuk revisi Perpres," ujar Nopi.
Ia pun menegaskan bahwa sampai dengan saat ini BPJS Kesehatan tetap menjamin ke-8 penyakit tersebut sesuai regulasi pemerintah.
"Jadi, masyarakat tak perlu khawatir. Selama peserta JKN-KIS mengikuti prosedur dan ketentuan, kami akan jamin biayanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ungkapnya.
Baca juga: Ngunduh Mantu Kahiyang-Bobby, Hotel Hingga Tempat Makan di Medan Kebanjiran Order
Sebagai badan hukum publik yang berada di bawah naungan Presiden langsung, Nopi juga mengatakan bahwa pihaknya tunduk dan patuh terhadap segala kebijakan yang ditetapkan nantinya oleh pemerintah.
"Dalam mengambil kebijakan, pemerintah pasti memperhatikan kebutuhan masyarakat dan kondisi di lapangan. Yang jelas prioritas kami saat ini adalah memberikan pelayanan terbaik bagi peserta JKN-KIS," katanya.
Sebelumnya, Kompas.com memberitakan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus mencari jalan untuk mengatasi defisit keuangan.
Salah satu caranya yakni dengan melibatkan peserta BPJS mendanai biaya perawatan (cost sharing) untuk penyakit yang membutuhkan perawatan medis lama dan berbiaya tinggi (katastropik).
Baca juga: Jangan Keliru! Ternyata Susu Tanpa Garam Jauh Lebih Sehat Loh, Ini Buktinya
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, pembiayaan perawatan penyakit katastropik selama ini cukup menguras kantong BPJS Kesehatan.
Setidaknya ada delapan penyakit katastropik yang akan dipilih untuk dibiayai dengan skema cost sharing.
Penyakit-penyakit tersebut adalah jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, talasemia, leukimia, dan hemofilia.
Untuk penyakit jantung, misalnya, sepanjang Januari-September 2017 saja ada 7,08 juta kasus dengan total klaim mencapai Rp 6,51 triliun.
Pada tahun 2016, ada 6,52 juta kasus dengan total biaya Rp 7,48 triliun.
Baca juga: Merasa Tak Memiliki Masalah, Vonny Cornelia Balas Surat Tsania Marwa dan Berikan Penjelasan Ini
Bahkan, sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini ada 10,80 juta kasus dari delapan penyakit katastropik yang menguras biaya BPJS Kesehatan sebesar Rp 12,29 triliun.
Jumlah itu setara dengan 19,68 persen dari total biaya pelayanan kesehatan yang BPJS Kesehatan hingga September 2017.
"Cost sharing ini harus kami sampaikan supaya masyarakat tidak kaget," kata Fahmi, Kamis (23/11).
Namun, Fahmi masih belum merinci porsi pendanaan perawatan yang akan dibebankan kepada peserta BPJS Kesehatan.
Pasalnya, hingga kini BPJS Kesehatan masih menghitung rincian beban yang akan dibagi bersama peserta jaminan kesehatan nasional (JKN).
Baca juga: 10 Cara Memakai Teh untuk Kecantikan dan Kesehatan
Yang pasti, kata Fahmi, cost sharing ini tidak akan berlaku bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan.
Cost sharing hanya akan berlaku bagi peserta JKN dari golongan mampu atau peserta mandiri.
Kompas.com masih mengonfirmasi soal mekanisme yang sebenarnya terkait cost sharing ini dan implikasinya bagi pengguna layanan BPJS Kesehatan. (*)
Amir Sodikin/Kompas.com