Wah, Ternyata Berbuat Baik pada Orang Lain Justru Bisa Bikin Kita Depresi! Inilah Penjelasannya

By Dionysia Mayang Rintani, Jumat, 5 Januari 2018 | 02:45 WIB
Wah, Ternyata Berbuat Baik pada Orang Lain Justru Bisa Bikin Kita Depresi! Inilah Penjelasannya (Dionysia Mayang)

NOVA.id – Dalam hidup, kita dibiasakan untuk bisa bersikap baik pada orang lain agar tak menimbulkan permusuhan.

Namun ternyata, dibuktikan pada sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Human Behavior, orang-orang baik yang cenderung peka pada ketidakadilan atau ketidaksetaraan sosial cenderung menunjukkan gejala depresi, dibandingkan orang yang cenderung egois.

Riset yang dipimpin oleh Dr. Masahiko Haruno tersebut meneliti kaitan pola pikir orang-orang yang dianggap pro-sosial - mereka yang rela berkorban demi keadilan dan kesetaraan - dengan gejala klinis depresi jangka panjang.

(Baca juga: Deretan Foto Ketika Orang-Orang Coba Mengikuti Perilaku yang Disarankan Oleh Internet, Nomor 9 Serem)

Percobaan dilakukan dengan meneliti kepribadian 350 orang untuk menentukan apakah mereka masuk kategori 'pro-sosial' atau 'individualis'.

Peneliti juga mengukur keinginan orang untuk saling berbagai kepada mereka yang kurang beruntung dari segi keuangan.

Mereka memeriksa otak peserta riset yang telah dikelompokan dalam kategori 'pro-sosial dan 'individualis; menggunakan magnetic resonance imaging (MRI).

(Baca juga: Beredar Video Mesum Antara Anak Kecil dan Perempuan Dewasa, Polisi Lakukan Penyelidikan)

Hal ini dilakukan untuk melihat area otak mana yang aktif selama situasi tertentu.

Hasilnya, terdapat perbedaan pada gambaran otak pada dua tipe ini.

Saat memberikan uang kepada mereka yang kurang beruntung, orang-orang pro-sosial menunjukan aktivitas tinggi di amigdala (wilayah evolusioner otak yang terkait dengan perasaan otomatis, termasuk stres).

(Baca juga: Takut Uang Habis Karena Nabung? Gunakan Cara Ini Deh!)

Sementara itu, aktivitas amigdala pada tipe individualis meningkat hanya jika orang lain menerima lebih banyak uang.

Pada bagian hippocamus - daerah otak lainnya yang terlibat dengan respon stres - juga memiliki perbedaan.

Para peneliti kemudian menindaklanjuti temuan ini dengan kuesioner depresi umum yang disebut Inventaris Depresi Beck untuk melihat apakah pola aktivitas otak ini terkait dengan gejala depresi dalam dua minggu sebelumnya.

(Baca juga: Cerdas Merawat Gigi untuk Gigi Sehat dan Senyum Menawan)

Hasilnya, pola prososial yang meningkatkan aktivasi otak ini dikaitkan dengan kecenderungan depresi.

Hal yang sama juga terjadi pada peserta riset setelah peneliti mengulang kembali riset ini setahun kemudian.

Menurut para peneliti, orang yang masuk dalam kategori 'baik' lebih rentan terhadap depresi karena mereka lebih cenderung mengalami empati, rasa bersalah, dan stres yang ekstrem.

(Baca juga: Ternyata Garam Tidak Hanya Nikmat untuk Masakan, loh! Ini 5 Manfaatnya untuk Kecantikan Kulit, Nomor 1 Bikin Percaya Diri)

Kepekaan emosional ini juga dihubungkan ke daerah terdalam dan paling otomatis di otak - tempat yang mudah memicu depresi.

Sebaliknya, Mauricio Delgado, seorang neuroscientist di Rutgers University mengatakan bahwa ada banyak bagian otak lainnya yang terlibat dalam depresi.

"Meskipun rata-rata mereka yang pro-sosial mungkin memiliki amigdala dan hippocampus yang sensitif, ada banyak daerah otak orde tinggi lainnya yang terlibat dalam depresi, termasuk korteks prefrontal, daerah otak terkait dengan pengaturan perasaan otomatis ini," ucapnya.

(Baca juga: Sedap Menggigit, Inilah Resep Tumis Daun Pepaya Teman Sarapan Kita Pagi Ini)

Dengan melatih proses otak tingkat tinggi (seperti korteks prefrontal) melalui terapi bicara, mereka yang pro-sosial dapat belajar mengendalikan dan melawan emosi utama.

Semakin mereka dapat menggunakan korteks pra-frontal untuk mengurangi tekanan berbasis amigdala, semakin kecil kemungkinannya untuk jatuh dalam depresi.

Meskipun demikian, jangan takut untuk berbuat baik pada sesama, ya!(*)

(Ariska Puspita Anggraini/Kompas.com)