Wah, Ternyata Minat Seks Meningkat Setelah Hari Raya Keagamaan! Inilah Sebabnya

By Dionysia Mayang Rintani, Rabu, 10 Januari 2018 | 09:00 WIB
Wah, Ternyata Minat Seks Meningkat Setelah Hari Raya Keagamaan! Inilah Sebabnya (Dionysia Mayang)

NOVA.id – Hari raya keagamaan biasanya kita sambut dengan penuh suka cita.

Menariknya, telah dibuktikan bahwa hari raya keagamaan memicu hasrat seksual kta.

Ini terbukti dengan melonjaknya angka kelahiran sembilan bulan usai hari raya keagamaan, baik Natal atau Idul Fitri.

(Baca juga: Takut Uang Habis Karena Nabung? Gunakan Cara Ini Deh!)

Penelitian yang dipublikasikan jurnal Scientific Reports untuk pertama kalinya meneliti fenomena di negara-negara Kristen, yang menyebabkan lonjakan kelahiran pada September atau sembilan bulan setelah Natal.

Riset tersebut juga menemukan pola yang sama saat terjadinya Idul Fitri di negara-negara dengan penduduk mayoritas Muslim.

Sebelumnya, para ilmuwan telah mengemukakan hipotesis bahwa penyebab lonjakan kelahiran ini karena faktor genetis yang menentukan sifat seseorang.

(Baca juga: Wah, Perempuan yang Kerja Shift Malam Lebih Berisiko Terkena Kanker! Inilah Penjelasannya)

Sebaliknya, riset justru menemukan fenomena tersebut tampaknya didorong secara budaya dan terjadi di seluruh dunia.

Ini terlihat dari adanya lonjakan kelahiran pada September masih terlihat di negara-negara Kristen di belahan bumi selatan, meskipun Natal jatuh di musim panas.

"Kami tidak melihat hal yang berbeda antara fenomena kelahiran ini dengan fenomena ketertarikan online seks, baik di bumi belahan utara dan selatan," kata Luis Rocha, seorang profesor di Indiana University School of Informatics, Computing and Engineering, yang memimpin penelitian tersebut.

(Baca juga: Niat Menumpang Mandi di Rumah Teman Pria-nya, Gadis Ini Justru Alami Kejadian yang Bikin Trauma)

Di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim juga terjadi peningkatan angka kelahiran sembilan bulan setelah perayaan Idul Fitri.

Para periset juga menggunakan metode baru untuk mengeksplorasi perasaan orang selama periode hari raya tersebut.

Dengan menggunakan Twitter, pare periset mencoba mensurvei penduduk dari dari 7 negara, yaitu Argentina, Australia, Brasil, Cile, Indonesia, Turki, dan Amerika Serikat.

(Baca juga: Karena Produknya Dianggap Rasis, H&M Diboikot Berbagai Pihak)

Periset memberi skor mengenai perasaan tersebut dengan skala 1-9.

Penilaian ini juga dikombinasikan dengan jumlah pencarian Google terkait seks di negara ini, baik sebelum dan sesudah perayaan hari keagamaan.

Hasilnya, periset menemukan tidak hanya minat seks yang meningkat, perasaan bahagia juga meningkat saat momen perayaan keagamaan ini.

(Baca juga: Sebelum Masuk Usia 30 Tahun, Perawatan Kulit Ini Wajib Dilakukan Agar Tetap Awet Muda)

Laporan itu menambahkan hasil penelitian memang sangat kontra-intiutif karena memikirkan fakta dalam riset tersebut nampak seperti sebuah kekonyolan.

Namun, fenomena ini bisa memicu suasana hati yang spesifik dan kolektif. Ini tentunya menimbulkan hubungan yang mencolok antara liburan dan minat seksual.

Sementara itu, riset juga menemukan bahwa hari libur seperti Paskah dan Thanksgiving tidak mengalami lonjakan yang sama.

(Baca juga: Wanita Pesan Layanan Antar Pizza, Rumahnya Malah Diserbu Polisi, Terungkap ada Kejadian Mengerikan ini!)

Para periset menyimpulkan bahwa siklus reproduksi manusia didorong budaya daripada adaptasi biologis terhadap siklus musiman.

Lebih jauh lagi, puncak minat seks yang teramati terjadi di sekitar liburan keagamaan yang berorientasi keluarga, di berbagai belahan dan budaya yang berbeda.

Suasana kolektif yang terukur pada liburan ini berkorelasi dengan minat seks sepanjang tahun, di luar masa liburan.

(Baca juga: 5 Tanda Hubungan yang Bahagia dan Pantas Melaju ke Jenjang Pernikahan)

Profesor Rocha mengatakan, wawasan baru ini dapat membantu kampanye kesehatan masyarakat di masa depan dan mengatakan hasil yang kuat "cenderung berlaku di negara-negara berkembang" di mana data tidak tersedia.

"Jenis analisis ini mewakili sumber data baru yang kuat bagi peneliti ilmu sosial dan periset publik," tambahnya.(*)

(Ariska Puspita Anggraini/Kompas.com)