Ini Dia Fakta Seputar Penyakit ALS yang Diidap oleh Ilmuwan Ternama, Stephen Hawking

By Winggi, Rabu, 14 Maret 2018 | 09:00 WIB
Fakta penyakit ALS (Winggi)

NOVA.id- Fisikawan dan kosmologi ternama, Stephen Hawking dikabarkan meninggal dunia pada dini hari, Rabu (14/3) waktu setempat.

Hawking dikenal dengan teorinya yang terkenal yakni tentang lubang hitam dan relativitas.

Hawking diketahui menderita ALS (Amyotrophic lateral sclerosis) atau penyakit Lou Gehrig.

Lalu apa itu ALS (Amyotrophic lateral sclerosis) ?

(Baca juga: Manfaatkan Buah Nanas Terbengkalai, Ade Patas Sukses Bikin Bisnisnya Menggurita)

Melansir Time of India, ALS atau Amyotrophic lateral sclerosis merupakan penyakit motor-neuron.

Setiap otot di otak dikendalikan oleh neuron motor di lobus frontal.

Neuron motor terletak di tiga area sistem saraf, yakni lobus frontal, otak bagian bawah, dan tulang belakang.

Neuron motor di otak disebut dengan neuron motorik atas dan yang ditulang belakang dikenal sebagai neuron motorik bawah.

ALS biasanya menyebabkan melemahnya salah satu motor neuron ini atau keduanya.

(Baca juga: Wajib Disimak, Minum Ayamnya Punya Manfaat Bagi Kita Sekeluarga)

Diketahui juga jika penyakit ini memiliki variasi di mana kondisi pasien dapat terpengaruh secara drastis.

Sebagian besar mereka yang didiagnosis dengan ALS hanya bertahan hidup sampai 2-5 tahun.

Namun, Hawking merupakan kasus langka yang hidup lebih dari 50 tahun sejak ia didiagnosis dengan ALS di usia 21 tahun.

Lalu bagaimana Hawking bisa bertahan begitu lama?

(Baca juga: Ingin Bugar dan Sukses Diet Ala Gal Gadot dan Katy Perry? Ternyata Ini Rahasianya)

Terdapat dua cara di mana pasien penderita ALS mungkin bisa meninggal.

Yakni kegagalan pernafasan dan kemunduran oto menelan yang tidak dapat menyebabkan dehidrasi dan malnutrisi.

Hawking yang bertahan lama ini masih menjadi misteri bagi banyak dokter dan ilmuwan.

Khususnya kemampuannya untuk memahami dan belajar, seperti Hawking dalam biografinya A Brief History of Time', menjadi lebih baik hanya setelah mengalami penyakitnya.

Penyakit ini sangat melumpuhkan sehingga membuatnya lumpuh dan harus tinggal di kursi roda.

(Baca juga: Liana Saputri Angkat Bicara Soal Kedekatan Ayahnya dengan Syahrini)

Hal ini juga melumpuhkan kemampuannya untuk melakukan sesuatu yang normal, seperti mandi, makan, bahkan betrbicara.

Dia hanya mampu menggerakkan beberapa jari saja.

Saat berpidato dia menggunakan synthesizer pidato yang memberinya suara komputer yang memiliki aksen Amerika.

Selain itu dokter mengatakan jika penyakit di tubuh Hawking memiliki penyebaran yang lebih lambat daripada biasanya.

Hawking sendiri berkata "Saya beruntung bahwa kondisi saya telah berkembang lebih lambat daripada yang sering terjadi, namun ini menunjukkan bahwa seseorang tidak perlu kehilangan harapan."

Tingkat perawatan perlu ekstra hati-hati pada mereka yang menderita penyakit ini.

(Baca juga: Asik! Babang Tamvan Andika Kangen Band Dipeluk Artis Cantik Taylor Swift)

Sebab mereka sangat rentan terhadap pneumonia dan luka.

Sejak Hawking didiagnosis menderita kondisi ini, dia telah berada di kursi roda dan memiliki sistem komputer yang menyuarakan kata-kata yang diketiknya.

Suara elektroniknya merupakan bagian besar dari kehidupannya.

Kondisi Hawking memang banyak dipertanyakan.

Bahkan ada beberapa teori yang mengatakan jika Hawking salah didiagnosis.

(Baca juga: Tak Susah, Begini Caranya Membersihkan Matras Yoga Agar Tak Jadi Sarang Bakteri)

Seperti banyak peneliti mengatakan, Hawking bisa saja memiliki onset dewasa Atrofi Spinal Muscular.

Ini merupakan kelainan yang mirip dengan penyakit motor neuron namun kemungkinan bertahan hidup.

(Baca juga: Ilmuwan Kenamaan, Stephen Hawking, Dikabarkan Meninggal Dunia)

Kip Thorne, seorang fisikawan di Institut Teknologi California, mengatakan cacat fisik Hawking adalah sesuatu yang mungkin telah berkontribusi pada kemampuan mentalnya.

Dalam sebuah wawancara dengan sebuah publikasi terkenal, Thorne mengatakan

"Karena keterbatasan Hawking, dia mengembangkan cara berpikir yang baru. Hawking menemukan cara baru untuk membungkus otaknya dengan gagasan yang memungkinkannya untuk keluar - memikirkan orang lain di lapangan." (*)