Hati-Hati! Jangan Sampai Sepelekan Waktu Tidur, Jika Kurang Bisa Menyebabkan Penyakit Ini Loh!

By Healza Kurnia, Sabtu, 7 April 2018 | 14:30 WIB
Tidur Cukup dan Kontrol Stress (Healza Kurnia Hendiastutjik)

NOVA.id - Libur akhir pekan selalu dimanfaatkan oleh beragam kalangan untuk bercengkrama atau menikmati kegiatan di luar.

Tak hanya bersama pasangan atau kekasih, banyak orang yang juga menghabiskan quality time bersama keluarga, sahabat atau bahkan teman kerja.

Terlebih di waktu malam di hari Sabtu banyak yang memanfaatkan situasi untuk keluar hingga larut malam.

Nah, tetapi tentunya jangan pernah sepelekan dengan kualitas tidur atau jangka waktu kita untuk beristirahat.

Baca juga: Begini Cara Manfaatkan Vitamin C untuk Jaga Kecantikan Kulit, Mudah kok!

Pasalnya, ada sebuah studi yang menyebutkan bahwa kurang tidur berpotensi menyebabkan kanker payudara.

Peneliti menemukan bahwa melatonin, yaitu hormon yang diproduksi oleh otak manusia pada malam hari sangat berkaitan dengan siklus tidur serta penekanan terhadap risiko munculnya tumor.

Dilansir dari Boldsky, pakar bidang medis yang sedang mencoba menemukan solusi mencegah risiko kanker payudara mengungkapkan bahwa salah satu caranya dengan memiliki waktu tidur yang cukup.

Para peneliti juga berspekulasi bahwa kekurangan hormon melatonin yang menjadi bagian dari pola istirahat dan tidur para masyarakat modern akan berisiko tinggi meningkatkan penyakit kanker payudara.

Baca juga: Permudah Balas Chat di Grup WhatsApp dengan Voice Over, Yuk Kenali Fitur Terbaru Aplikasi Ini

Studi terakhir juga menunjukkan bahwa melatonin mampu menekan perkembangan sel punca atau stem cells, yang mana mendukung bukti ilmiah dari penelitian soal akibat kurang tidur pada manusia terutama perempuan.

“Untuk eksperimen, peneliti mengembangkan tumor dari sel punca yang dikenal dengan nama Mammospheres. Mammospheres adalah istilah medis yang mana juga berkorelasi dengan perkembangan tumor akibat hormon estrogen ilmiah atau disebut dalam medis Bisphenol A atau BPA yang banyak ditemukan dalam kemasan makanan plastik,” ujar Juliana Lopes, peneliti dari Sao Paolo, Brasil.