Baca juga: Bayar Jutaan, Raditya Dika Cicipi 17 Makanan Berwujud Tak Lazim
“Ini berlangsung hingga kerajaan Demak dan kemudian Mataram Islam. Tetapi sejak PB X, bandar Kabandanaran di Kali Jenes dan juga pasar tradisional di sampingnya semakinsepi. Mengingat PB X, memperbanyak membangun pasar tradisional, “ jelas Alpha yangjuga dosen arsitektur di Universitas Muhammadiyah Surakarta.
“Rumah-rumah kuno di Laweyan itu juga ada bunker. Bisa jadi ketika ada inspeksi dari Belanda, para pekerja batik ini diminta bersembunyi di bunker. Jikalau ketahuan memiliki tenaga kerja yang banyak justru membahayakan nyawa. Karena bagaimanapun juga, masyarakat pribumi pada zaman itu dianggap sebagai kelompok ketiga," beber Alpha.
Satu hal yang unik dari bangunan-bangunan kuno di Laweyan ini adalah banyaknya pengaruh dalam bangunan.
Dari 50 bangunan kuno yang masih tersisa masih terlihat dengan jelas konsepnya pengaruh dari Timur Tengah.
“Ciri-cirinya fasad sama, dindingnya tinggi, arsitektur tersembunyi, ruang-ruangnya fleksibel, orientasi bangunan memusat, satu rumah bisa untuk beberapa keluarga, “ tegasnya.
Baca juga: Yuk, Buang Penat di Akhir Pekan dengan Menginap di Pantai Lampuuk!
Sementara untuk konsep rumah masih kuat dengan gaya Jawa.
Ini terlihat dengan adanya halaman, pendapa, gandok kanan kiri, sentong kanan dan kiri.
“Gaya art deco terlihat dari bangunan yang dulunya dari kayu diganti tembok. Kemudian pengaruh dari Cina terlihat dari pemilihan tempat yang terletak di cekungan dan ada di bagian utara sungai,” kata dia.
Tata ruang Laweyan pun cukup unik.
Di Laweyan ada tiga bagian, bagian Utara merupakan deretan saudagar kaya, tengahsaudagar biasa, sementara area dekat sungai merupakan rumah pekerja pembatik.
“Mengingat ragam tata bangunan itu, kita eksplor sebagai objek wisata. Kita memberikan paket wisata selain belanja batik. Beberapa gerai juga memberikan kesempatan membatik secara langsung. Bisa juga menyaksikan secara langsung proses pembuatan batik,” kata Alpha yang memiliki gerai batik Mahkota ini.(*)
(Fajar Sodiq)