NOVA.id - “Banyak berharap banyak kecewa. Sedikit berharap, sedikit pula kecewa. Tak pernah berharap, buat apa bersamanya?”
Mungkin Sahabat NOVA sudah sering mendengar kutipan pernyataan ini dari banyak orang.
Tapi, rasanya pas dengan sebagian kehidupan yang kita jalani bersama pasangan.
Jangankan sudah menjalani, saat masih pedekate (pendekatan) saja kita sudah menyusun harapan—ekspetasi yang kita jejerkan, kita lekatkan pada pasangan.
“Laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya kalau soal berekspektasi. Namun, perempuan biasanya lebih sering menggunakan pendekatan passive aggressive dalam menyampaikan sesuatu,” jelas Anindita Citra Setiarini, M. Psi., psikolog klinis dari Klinik lightHOUSE, Jakarta.
(Baca juga: Pria Ini Hanya Habiskan Rp290 Juta untuk Tur 13 Negara! Begini Caranya
Perempuan, menurut teori yang disampaikan Anindita Citra itu dikatakan demikian karena ketika menginginkan sesuatu dan tidak terpenuhi oleh pasangannya, maka perempuan cenderung ngambek.
Padahal yang diharapkannya, belum tentu sudah dikomunikasikan dengan jelas pada sang pasangan.
Berbeda halnya dengan laki-laki.
Mereka akan cenderung to the point dalam menyampaikan sesuatu, meskipun terkadangmenyampaikannya di waktu dan dengan cara yang kurang tepat.
Lantas, ada yang salah kalau perempuan lebih banyak berharap ketimbang kaum lelaki?
(Baca juga: Simak Ramalan Cinta Terbaru, Aries Jangan Habiskan Uang untuk Hal Ini)
Jika untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik, jelas tidak salah berharap.
Toh menurut Citra, kita berekspektasi muncul karena beberapa faktor.
Yang pertama karena pola asuh orang tua.
Terkadang secara sadar atau tidak, kita mencari sosok yang tidak kita dapatkan ketika kecil atau justru sebaliknya, mencari sosok yang selalu ada ketika kita masih kecil.
Misalnya, waktu kecil ayah kita sering membantu ibu mengurus rumah.
Ketika kita beranjak dewasa, maka tidak bisa dimungkiri kita akan mengharapkan pasangan melakukan hal serupa kepada kita.
Faktor kedua yaitu peer pressure.
(Baca juga: 3 Trik Mudah Ini Bisa Bikin Orang Tak Bisa Bohong pada Kita, loh!)
Sebagai makhluk sosial, kita memiliki kecenderungan untuk konformitas.
Tidak heran jika kita suka membandingkan hubungan yang kita jalani dengan standar teman-teman di lingkaran kita agar merasa diterima atau merasa berada di jalur yang tepat.
Padahal belum tentu apa yang menjadi standar adalah hal benar.
Faktor yang ketiga yaitu media sosial.
Media sosial ternyata juga berpengaruh terhadap pembentukan ekspektasi kita, lho.
(Baca juga: Ingat si Cantik Paulina? 20 Tahun Berlalu Intip Penampilannya Kini)
Media sosial membentuk pandangan yang ideal mengenai bagaimana seharusnya hubungan tersebut dijalankan.
Kita sering melihat di media sosial kalau ulang tahun pernikahan harus dirayakan secara mewah dengan makan malam di restoran bintang lima dan memberikan buket mawar.
Sementara, pasangan kita, jangankan melakukan hal serupa, kalau tidak diingatkan saja bisa lupa dia.(*)
(Eveline)