NOVA.id – Minggu lalu, banjir bandang tengah telah melanda Sentani di Papua Barat yang memberikan duka mendalam bagi kita.
Sebab, tak hanya bangunan dan benda berharga saja yang rusak saat banjir bandang di Sentani, Papua Barat, tetapi juga banyak orang pun sekarang terpaksa mengungsi hingga pemulihan.
Tercatat hingga hari ini sebanyak 79 korban telah meninggal dunia dan ribuan warga mengungsi akibat bencana banjir bandang ini.
Baca Juga : Rumah Tangganya Dikabarkan Retak, Andhika Pratama Buka Suara
Proses evakuasi korban dan penanggulangan bencana terus dilakukan Pemeritah pasca banjir.
Pascabanjir bandang terjadi, ditemukan sebuah fenomena unik yang menghebohkan masyarakat Sentani.
Dilansir dari akun Twitter @jayapuraupdate, telah ditemukan banyak ikan yang bentuknya mirip dengan hiu yang terhanyut tepat di aliran banjir dari arah Gunung Cycloops.
Baca Juga : Menyayat Hati, Gading Marten Usap Air Matanya Saat Bernyanyi, Masih Cinta Gisella Anastasia?
Banyak netizen pengguna Twitter yang berspekulasi dengan fenomena ini melalui kolom komentar.
Akun Twitter @mokayCR_66 menghubungkan hal ini dengan tempat sakral di Sentani melalui kolom komentar.
"Jadi orangtua dulu bercerita di Cycloops atas telaga itu yang mengaliri air ke semua jalur air. Nah ditelaga itu hidup hewan yang ada di Sentani maupun yang tidak pernah ada di Sentani. Itulah tempat tersakral Cycloops. Tuhan pulihkan negeri Matahari Terbit," tulisnya.
Baca Juga : Siti Badriah Resmi Tunangan dengan Sang Kekasih, Krisjiana Baharudin
Ditemukan banyak ikan (mirip ikan hiu) yang terhanyut dari arah gunung cycloops.. tepat di aliran banjir pic.twitter.com/bNwbv1Dlqh
— Timur Matahari (@jayapuraupdate) March 18, 2019
"Yups itu jenis hiu. Blacktip Reef Shark yang masih anakan. Nama latinnya Carcharhinus Melanopterus," tulis akun Twitter @Evicaesio mencoba menjelaskan secara ilmiah.
"Kalau di tempatku itu namanya ikan kalis, sejenis hiu kecil yang banyak ditemukan di Laut Jawa. Lah yang ini kok bisa hidup di air tawar ya?" tambah akun Twitter @Joko_Susio37 penasaran.
Rasa penasaran akan fenomena ikan mirip hiu ini pun terjawab.
Baca Juga : Coldpressed Coffee, Pilihan Terbaru Nikmati Kopi dengan Bahan Alami
Hal itu dibenarkan oleh Balai Arkeologi Papua bahwa ikan-ikan itu adalah ikan Hiu Sentani.
Dilansir melalui Antaranews (19/3), Peneliti dari Balai Arkeologi Papua pun menjelaskan asal Hiu Sentani yang ditemukannya oleh BTN Sosial Sentani Selasa (19/3) setelah banjir bandang melanda.
Berkenaan dengan penemuan ikan hiu pascabanjir di Sentani yang viral di media sosial itu, peliti senior dari Balai Arkeologi Papua Hari Suroto mengatakan bahwa pada masa lalu Danau Sentani merupakan bagian dari laut yang menjorok ke darat.
"Bagian laut ini, sebelah utara berbatasan dengan Gunung Dafonsoro atau kini Cagar Alam Cycloops. Bagian laut ini terhubung oleh sungai dan mata air dari Cycloops," katanya.
Hal itu diakibatkan oleh pergerakan lapisan bumi dan membuat air danau Sentani yang semula asin menjadi tawar.
"Hiu yang merupakan ikan air asin kemudian beradaptasi dengan air danau dan air sungai atau sumber mata air tawar yang terhubung dengan Danau Sentani. Dalam perkembangannya hiu - hiu ini berubah menjadi hiu air tawar," jelas alumnus Universitas Udayana Bali ini.
Baca Juga : Cerita Diansyah Putri Mendapatkan Gelar The Explorers Grand Slam, Simak Kisahnya!
Hari juga menjelaskan bahwa bukti arkeologi menunjukkan adanya motif-motif ikan hiu di Situs Megalitik Tutari.
Selain itu, Suku Sentani yang tinggal di Pulau Asei menggambarkan ikan hiu pada lukisan kulit kayu.
Memori Suku Sentani tentang hiu dikabarkan sempat hilang dari Sentani dan terakhir diungkap pada tahun 1970-an.
Baca Juga : Telah Hadir Smart Toilet untuk Jawab Kebutuhan Perempuan Saat Buang Air
Motif hiu juga dapat dilihat dari lambang klub sepakbola kebanggan Kabupaten Jayapura, Persidafon Dafonsoro yang menggunakan gambar ikan hiu.(*)
Artikel ini telah tayang di laman intisari.grid.id Aneh Tapi Nyata, Pascabanjir di Sentani Ikan Hiu Tiba-tiba Ditemukan Di Gunung
Source | : | intisari |
Penulis | : | Tentry Yudvi Dian Utami |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR