Rasa percaya akan satu sama lain dan gotong royong menjadi inti cerita dari film ini.
Sang sutradara, Carlos López Estrada menjelaskan, “Kami ingin memastikan bahwa ketika penonton menyaksikan film ini, mereka dapat turut merasakan kekayaan alam dan budaya Asia Tenggara yang indah.
Meskipun Kumandra adalah dunia fantasi yang fiktif, kami merancang Kumandra agar tetap dinamis dan menggambarkan kehidupan sehari-hari yang begitu dekat dengan masyarakat di Asia Tenggara. Kami ingin memberi penghormatan kepada budaya yang menginspirasi cerita dan dunia Kumandra ini."
Untuk mendapatkan elemen budaya, adat, dan alam yang sesuai, para kru film melakukan perjalanan ke seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Laos, Thailand, Vietnam, Kamboja, Malaysia dan Singapura.
Selain itu, proses produksi film ini juga melibatkan sekelompok ahli yang membantu memberikan wawasan budaya dan adat dari tiap negara, terdiri dari antropolog, arsitek, linguis, penari, dan pemain musik tradisional.
Produksi film Disney’s “Raya and the Last Dragon” sendiri, melibatkan langsung beberapa talenta terbaik dari Indonesia.
Seniman asal Indonesia, Griselda Sastrawinata, kembali terlibat dalam pembuatan film ini sebagai visual development artist bersama Luis Logam sebagai story artist.
Selain itu, beberapa tokoh pegiat budaya juga terlibat dalam film ini, seperti Dewa Berata dan Emiko Susilo.
Keduanya menjadi bagian dari tim konsultan, khususnya dalam hal budaya Indonesia, tari dan upacara tradisional, serta musik gamelan.
Baca Juga: Segarkan Dahaga Kita, Ini Resep Es Buah Rumput Laut untuk Disajikan di Akhir Pekan
Lihat postingan ini di Instagram
Penulis | : | Widyastuti |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR