NOVA.id - Latte factor adalah pengeluaran uang diperuntukkan untuk hal-hal kecil, tapi karena terlalu sering akan menjadi besar tanpa kita sadari sehingga justru menjadi penyebab tekornya kondisi keuangan.
Konsep ini merupakan bagian dari The Latte Factor, yang dipopulerkan oleh David Bach.
Pada dasarnya, konsep yang diangkat oleh Bach dalam teorinya cukup sederhana, kalimat “latte” diartikan dari kebiasaan ngopi pada remaja atau dewasa di caffe atau coffee shop setiap hari tanpa sadar lama-lama menguras isi kantong.
Contoh gambaran dari pengeluaran latte factor, berikut ini:
- Kebiasaan nongkrong di coffee shop, pengeluaran sekali ngopi per orang saja sehari dapat menghabiskan sebesar Rp30 ribu. Jika, dilakukan 30 hari maka biaya ngopi dalam sebulan dapat menghabiskan 900 ribu rupiah.
- Biaya transfer antar bank, juga termasuk latte factor loh.
- Belanja di luar kebutuhan pokok seperti baju, makeup.
- Taksi online.
- Membeli rokok.
- Sering ngemil atau jajan jajanan ringan.
Dampaknya bagi keuangan millenials menurut perencanaan keuangan Finansialku Yuki D,CFP, yaitu akan menjadi perilaku yang konsumtif dan boros sehingga dapat mengganggu tujuan keuangan yang hendak dicapai dan masa depan sulit diwujudkan.
Pengeluaran terus menerus akan meningkat juga karena dipengaruhi inflasi seperti semula ngopi harganya 20 ribu rupiah, maka dalam 5 tahun ke depan harga ngopi dapat naik lebih dari 100%.
Baca Juga: 11 Cara agar LDR Tetap Langgeng Hingga ke Jenjang Pernikahan
Apalagi kebiasaan windows shopping akan dapat memicu latte factor dengan terus menerus belanja yang tidak terkontrol yang lama lama mengakibatkan dampak penyakit compulsive buying disorder (CBD) atau gangguan belanja kompulsif.
Yang dapat diartikan sebagai hasrat tidak tertahankan untuk membeli barang secara berlebihan, yang dapat mendatangkan pengaruh negatif dalam keluarga dan keuangan.
Lalu, bagaimana cara mengatasi latte factor?
Baca Juga: Stop Sebut Tak Laku, Ini Alasan Perempuan Sulit Mendapat Pasangan
1. Pahami apa yang kita beli apakah benar-benar memberi nilai? Setiap pengeluaran harus dipirkan dengan bijak hingga pada pengeluaran terkecil dari uang yang dimiliki, diharapkan dalam belanja tidak akan terjadi pengeluaran pada hal-hal yang tidak menambah nilai secara signifikan pada hidup.
2. Membiasakan diri untuk menabung hidup hemat sadar ada inflasi nilai uang saat ini tidak sama dengan nilai uang yang akan datang.
3. Mengupayakan mengggunakan aplikasi pembayaran yang bebas biaya admin saat transfer.
4. Sadar hidup sehat dan berolahraga terutama bagi para perokok untuk mengurangi kebiasaan merokok jika perlu terapi menghilangkan kebiasaan tidak sehat merokok.
5. Selalu mendekatkan diri pada Tuhan YME dan juga perbanyak sedekah menolong orang-orang sekitar yang membutuhkan.
6. Apabila sudah mengalami kondisi yang “akut” seperti kecanduan belanja disarankan melakukan hal-hal seperti ini:
- Keluarga, pasangan suamu/istri, ataupun teman dekat perlu membantu mengambil alih kendali atas pengeluaran dana.
- Jalani konseling dan terapi psikologis agar dapat belajar mengontrol dorongan dan mengenali pemicu kecanduan belanja.
- Para pecandu dapat belajar tentang mengatur keuangan dan belajar mengadopsi gaya belanja yang sehat.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Penulis: Meike Isa Alma Sitompul
Penulis | : | Widyastuti |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR