NOVA.id – Dunia fesyen memang tak akan pernah habisnya. Selalu ada tren terbaru dengan gaya berbeda dan bakal jadi tren yang diikuti banyak masyarakat.
Namun, pakaian keluaran terkini bisa beriringan dengan sampah dan limbah tekstil. Meski begitu, konsep ekonomi sirkular juga sudah mulai diperkenalkan di dunia fesyen.
Fesyen sirkular (circular fashion) didefinisikan sebagai produk mode yang dirancang, bersumber, diproduksi, dan dilengkapi dengan tujuan memperpanjang manfaat dari sebuah rantai produksi dan konsumsi sehingga bisa menggunakan sumber daya dengan lebih efisien (resource efficiency).
Lebih jauh lagi, fesyen sirkular memastikan daya guna sebuah garmen tetap berputar, mulai dari rancangan pakaian, berapa lama daya pakainya, pemilihan bahan pakaian yang berkelanjutan, sampai proses produksi yang mendukung kesejahteraan pekerja.
Dengan kata lain, penerapan fesyen sirkular mampu meminimalkan limbah dan polusi dari industri tekstil. Selama dua tahun terakhir, pandemi Covid-19 telah menjadi titik balik industri fesyen nasional.
Pandemi menghambat proses produksi dan supply chain ritel sehingga industri fesyen tidak hanya mengalami perubahan drastis dalam kebiasaan berbelanja, tetapi juga menyesuaikan desain pakaian yang lebih mengedepankan fungsi serta keberlanjutan agar tetap bertahan di masa pandemi.
Konsumen juga mulai aktif menyuarakan kepedulian mereka atas dampak industri fesyen terhadap lingkungan.
Kini, semakin banyak pihak yang tergerak untuk memperlambat laju limbah tekstil melalui fesyen lambat (slow fashion), yang mengutamakan pemilihan bahan dan proses produksi yang ramah lingkungan, dan menggunakan material berkualitas tinggi.
Hal-hal sederhana ini mampu memperpanjang usia pakai pakaian. Konsep fesyen lambat akan membuat industri fesyen berjalan selaras dengan konsep ekonomi sirkular.
Baca Juga: Sambut 2022, Fore Coffee Mantapkan Strategi Akselerasi Ekspansi Gerai dan Menu
View this post on Instagram
“Ekonomi sirkular merupakan kerangka ekonomi yang berupaya untuk memperpanjang siklus hidup dari suatu produk, bahan baku dan sumber daya yang ada, sehingga bisa dipakai selama mungkin,” jelas Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Arifin Rudiyanto.
Dalam studi yang dilakukan Bappenas dijelaskan bahwa ekonomi sirkular lebih dari sekadar pengelolaan limbah melalui daur ulang, tetapi juga meliputi pengelolaan sumber daya alam yang mencakup keseluruhan proses produksi, distribusi, dan konsumsi dari hulu hingga ke hilir rantai pasok.
Apabila ekonomi sirkular dapat diterapkan dalam industri tekstil yang berkaitan erat dengan fesyen di Indonesia, limbah tekstil akan berkurang sebanyak 14% dan meningkatkan daur ulang limbah tekstil sebanyak 8%.
Brand SukkhaCitta, misalnya, berkomitmen untuk menerapkan konsep farm-to-closet, yaitu sistem rantai pasokan yang melibatkan pengolahan bahan baku dari hasil pertanian regeneratif dan penggunaan bahan berkualitas dengan daya pakai yang tinggi.
Dengan begitu, konsumen akan mendapatkan produk fesyen yang berkualitas dan lebih menghargai prosesnya yang dapat mengurangi penebangan pohon, polusi udara, dan penggunaan listrik sebagai penyebab pemanasan global.
Saat ini, siklus daur ulang pengelolaan sampah yang awalnya dikenal dengan 3R (reduce - reuse - recycle), dalam ekonomi Sirkular telah diuraikan lebih jauh menjadi 9R, yaitu Refuse - Rethink - Reduce - Reuse - Repair - Refurbish - Remanufacture - Repurpose - Recycle – Recovery.
“Penerapan 9R dalam industri tekstil dan penggunaan produk tekstil merupakan sebuah siklus kebiasaan untuk tampil gaya yang sejalan dengan tanggung jawab kita untuk merawat bumi, atau dapat kita istilahkan dengan fesyen Sirkular,” jelas Vanessa Letizia, Direktur Eksekutif dari Greeneration Foundation.
“Konsumen akan menyadari bahwa tampilan produk yang sepintas terlihat tidak mengikuti tren, ternyata memiliki daya guna dan nilai lingkungan yang istimewa sehingga mendukung fesyen Sirkular,” sambungnya.
Vanessa menambahkan, dengan melihat kedua faktor tersebut, konsumen juga harus semakin jeli meneliti produk yang dibelinya, terbiasa mengkritik produsen yang belum mendukung lingkungan, berusaha sebisa mungkin memperpanjang daya guna tekstil, dan bahkan memahami kandungan bahan baku tekstil yang tidak berbahaya untuk menghindari pencemaran oleh limbah tekstil.
Pemerintah Indonesia sendiri telah berkomitmen dalam upaya penanggulangan permasalahan ekonomi, sosial, dan lingkungan melalui ekonomi sirkular dan pembangunan rendah karbon (PRK).
Komitmen ini merupakan upaya pemerintah untuk memenuhi target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) serta pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Penulis | : | Annisa Octaviana |
Editor | : | Alsabrina |
KOMENTAR