NOVA.id - Di bulan Ramadan, pasangan suami istri diperbolehkan melakukan hubungan intim.
Namun, waktu yang diperbolehkan adalah setelah berbuka hingga sahur tiba. Sedangkan hubungan intim saat siang hari di mana sedang berpuasa, hukumnya haram.
Puasanya menjadi batal dan kita wajib mengganti puasa di kemudian hari.
Tapi, ada yang menjadi pertanyaan. Bagaimana jika kita dan pasangan lupa mandi junub hingga besok hari dan sudah tiba waktu puasa?
Apakah sah puasanya? Berikut penjelasannya.
Ustaz Muhammad Nur Maulana menyampaikan bahwa mereka yang dalam keadaan junub namun lupa untuk mandi wajib setelah tiba waktu imsak, puasanya tetap sah.
Kondisi lupa di sini yang dimaksud adalah tidak disengaja atau ketiduran.
"Tidak batal puasanya," ujar ustaz Maulana saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/4/2022) silam.
"Yang berhubungan badan di malam hari, aman. Berarti dia tetap makan tadi pagi (sahur), tapi nanti wajib mandi junub karena kan mau shalat Subuh," imbuhnya.
Melansir dari laman NU Online, ketika seseorang dalam keadaan belum mandi junub dan tertidur hingga pagi hari, harus tetap melanjutkan ibadah puasanya.
Ia cukup mandi junub sebelum salat subuh dan kemudian melanjutkan puasa hingga saat berbuka.
Baca Juga: Hubungan Intim di Bulan Ramadan: Ini 4 Tips Bercinta Sebelum Sahur
Puasanya terbilang sah tanpa perlu mengqadhanya.
Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim, menceritakan pengalaman Rasulullah SAW yang masih dalam kondisi junub di pagi hari puasa sebagaimana keterangan istrinya, Aisyah RA.
“Dari Aisyah RA dan Ummu Salamah RA, Nabi Muhammad SAW pernah berpagi hari dalam kondisi junub karena jimak, kemudian beliau mandi, dan terus berpuasa,” (HR Muttafaq Alaih.) Imam Muslim dalam riwayat dari Ummu Salamah RA menyebutkan, “Rasulullah SAW tidak mengaqadha.”
Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki menerangkan, redaksi “Rasulullah SAW tidak mengaqadha” mengisyaratkan bahwa puasa yang dijalani oleh Rasulullah SAW di hari tersebut tidak berkekurangan sesuatu apapun.
“’Rasulullah SAW tidak mengaqadha’ maksudnya adalah tidak mengqadha puasa hari tersebut di bulan lainnya karena puasanya hari itu tetap sah tanpa cacat sedikitpun di dalamnya,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 312).
Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki menjelaskan, dari hadits ini dapat disimpulkan bahwa orang yang berhadats besar boleh menunda mandi junub hingga pagi hari.
“Orang yang berpuasa boleh menunda mandi junub hingga waktu setelah fajar terbit. Tetapi yang lebih utama adalah ia menyegerakan mandi wajib sebelum terbit fajar atau sebelum Subuh,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 313).
Kendati diperbolehkan untuk menunda mandi junub (dalam hal ini lupa karena ketiduran), disarankan agar menyegerakan mandi besar wajib agar menjalani ibadah puasa seharian dalam keadaan suci dari hadats besar.
Niat Mandi Junub atau Mandi Wajib
Lantas bagaimana cara mandi janabah yang benar? Dilansir dari NU Online, dalam mandi junub seseorang wajib melaksanakan dua rukun.
Pertama, niat. Yakni kesengajaan yang diungkapkan dalam hati. Bila ia mampu melafalkan juga secara lisan, hal ini lebih utama.
Baca Juga: Jangan Terlalu Heboh Goyang, Ini 3 Gaya Hubungan Intim yang Bisa Bikin Mr P Patah
Contoh lafal niat tersebut adalah:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ اْلأَكْبَرِ مِنَ اْلِجنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى
"Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari janabah, fardhu karena Allah ta'ala."
Dalam madzhab Syafi'i, niat harus dilakukan bersamaan dengan saat air pertama kali disiramkan ke tubuh.
Kedua, mengguyur seluruh bagian luar badan, tak terkecuali rambut dan bulu-bulunya.
Untuk bagian tubuh yang berambut atau berbulu, air harus bisa mengalir sampai ke kulit dalam dan pangkal rambut/bulu.
Tubuh diasumsikan sudah tidak mengandung najis. (*)
KOMENTAR