Semua hal tersebut, dilandasi dalam kerangka hukum nasional dan internasional serta memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat.
“Ketika ruang sipil dilindungi, hal ini akan memfasilitasi partisipasi publik, yang merupakan hak fundamental setiap orang. Hak tersebut terkait dengan kebebasan berekspresi, berkumpul secara damai, dan berserikat. Dengan hak tersebut, pemerintah dapat menyelaraskan kebijakan dengan lebih baik, yang disesuaikan dengan dengan kebutuhan masyarakat,” jelas Nukila.
“Tidak mungkinkan pemerintah mengawasi dan mengkritisi dirinya sendiri. Sehingga pemerintah seharusnya menyediakan ruang sipil yang sehat, baik daring maupun luring sehingga pekerjaan pemerintahan terkelola dan terlaksana dengan baik,” sambungnya.
Lembaga Economist Intelligence Unit, memberikan laporan Indeks Demokrasi tahun 2022 dengan indikator demokrasi skor pada skala 0 hingga 10 di 167 negara.
Ada lima indikator yakni proses pemilu dan pluralisme; berfungsinya pemerintahan; partisipasi politik, budaya politik demokratis; dan kebebasan sipil.
Menurut Nukila, skor Indonesia, untuk proses pemilu dan pluralisme (7,92); berfungsinya pemerintahan (7,86); partisipasi politik (7,22); budaya politik (4,38); dan kebebasan sipil (6,18).
Sehingga skor keseluruhan Indonesia menjadi 6,71. Skor ini tak berubah dari tahun sebelumnya.
Skor Malaysia lebih baik, yaitu naik dari 7,24 pada tahun 2021 menjadi 7,30 pada tahun 2022.
Lalu Timor Leste, negara yang baru bergabung dengan ASEAN, skornya mencapai 7,06.
Sedangkan Taiwan menduduki peringkat pertama di Asia dan peringkat 10 secara global di antara 167 negara dengan skor keseluruhan 8,99 dari 10.
Jepang peringkat ke-16, dan Korea Selatan ke-24. Negara-negara tersebut merupakan satu-satunya negara yang dianggap sebagai negara demokrasi penuh di Asia.
Baca Juga: Banyak Kisah Pilu, Nukila Evanty Dorong Advokasi Hak Narapidana Perempuan
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Maria Ermilinda Hayon |
KOMENTAR