Saya suami dari seorang istri yang bekerja dan dikarunia dua putra. Usia perkawinan kami sudah memasuki tahun ke-8. Masalahnya, istri kok masih selalu membohongi saya dalam hal keuangan. Ia begitu mudah membantu atau meminjamkan uang untuk saudara-saudaranya dan selalu tanpa sepengetahuan saya. Saya tahu hal ini dari salah seorang adiknya yang keceplosan bicara. Awalnya, saya tak peduli. Ada lagi saudaranya yang perlu bantuan lewat telepon, istri langsung transfer uang lewat bank. Sementara untuk menagihnya, ia sungkan.
Sementara pernah anak kami sakit, saya malah pinjam ke pihak keluarga saya. Ketika pihak keluarga saya perlu bantuan, istri saya tak mau bantu atau pura-pura tak tahu. Saya sempat marah dan membuka semua kebohongan-kebohongannya. Dalam hati, kok, ya lucu, sudah tahun kedelapan masih ribut soal uang. Bukankah semestinya di tahun-tahun pertama problema ini muncul?
Sejak kami menikah memang tak ada kesepakatan sebelumnya soal pendapatan kami. Setiap bulan saya memercayakan semua penghasilan saya pada istri untuk mengelola keuangan rumah tangga. Bukannya saya tak ingin membantu saudara dan mulai tak percaya pada istri, tapi saya melihat keluarga kami saja masih carut marut dalam hal keuangan. Apalagi anak sudah sekolah dan butuh biaya. Memang saya berterima kasih karena istri punya penghasilan sendiri, tapi benarkah caranya?
Someone
Sulit menilai benar-tidaknya tindakan istri, karena sebenarnya masalah ini tergantung kesepakatan kedua belah pihak (suami dan istri). Bila istri punya andil dalam keuangan keluarga dengan turut bekerja, bukan tak mungkin ia akan berargumentasi bahwa uang yang dipinjamkannya adalah hasil jerih payahnya, bukan uang Anda. Sehingga ia berhak menggunakannya untuk hal yang menurutnya layak. Hubungan kekerabatan dalam adat ketimuran kita memang masih kental. Soal bantuan kepada keluarga istri atau suami selayaknya tidak dipandang sebagai kewajiban untuk berimbang secara mutlak atau an eye for an eye.
Secara teoritis, ketidakterbukaan suami atau istri dalam masalah keuangan memang amat mudah memicu konflik-konflik internal. Apalagi belum pernah ada kesepakatan bersama bahwa semua penghasilan merupakan milik keluarga inti dan hanya boleh dibelanjakan untuk keluarga inti saja bukan? Kompleksnya, masyarakat kita masih menganut nilai bahwa figur laki laki sebagai penanggung jawab dalam menanggung beban hidup keluarga, sementara istri tak layak menanggung beban hidup keluarga. Hingga timbul istilah, "uang suami uang istri, uang istri tetap uang istri sendiri dan bukan untuk dibagi dengan suami".
Sementara contoh kasus lain, justru kebalikannya. Suami merasa sudah susah payah mencari nafkah, maka ia berhak mempergunakannya untuk apa pun yang diinginkannya, termasuk hanya memberi kepada keluarganya saja dan mengabaikan keluarga istri. Tentu saja pandangan-pandangan ini tidaklah bijaksana. Membangun keluarga bukan semata-mata analisa untung rugi, melainkan komitmen jangka panjang dengan konsekuensi pertanggungjawaban kepada Tuhan. Membantu orang yang membutuhkan adalah ibadah, apalagi bila masih ada hubungan kekerabatan. Tentu saja dengan catatan, bila mampu.
Satu hal yang pasti dengan sikap muring-muring dan negatif, justru akan membuat istri semakin tidak mendengarkan. Bukan tak mungkin ia akan menampilkan sikap negatif pula. Lebih baik bila Anda mengajak istri bicara baik-baik, berusaha mencapai kesepakatan tentang komitmen bersama dalam keluarga. Mintalah ia menyusun daftar pengeluaran agar terencana dengan baik. Sikapi dengan hati-hati karena umumnya istri sangat sensitif dan menganggap Anda tidak percaya padanya.
Dengan mengetahui pos-pos pembelanjaan yang ada selama ini, tentu Anda dan istri bisa lebih leluasa menyusun rencana pengeluaran dan juga menabung. Bila perlu, nyatakan bahwa Anda pun berhak menyisihkan sebagian penghasilan untuk kepentingan keluarga Anda. Tentu saja besarnya tergantung dari jumlah dana yang bisa ditabung. Bila perlu bukalah rekening bersama untuk tabungan masa depan. Selamat mencoba
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR