Anak saya Angga (7) duduk di kelas 1 SD. Menurut ibu gurunya ia tak pernah mau menulis atau mengerjakan kegiatan sekolah. Tapi kalau ditanya, dia bisa menjawab pertanyaan yang diajukan ibu guru, cuma tak mau menulisnya. Masalah itu sudah dialami sejak duduk di taman kanak-kanak (dia sekolah selama 3 tahun). Bu, di TK pernah diadakan tes IQ. Berdasarkan catatannya, anak saya normal-normal saja. Hasilnya potensi intelektualnya menunjukkan 105 poin dengan tipologi kepribadian sucumtive.
Saat ini, guru-gurunya menyarankan anak saya disekolahkan di SLB tapi tidak di bagian anak yang bodoh atau cacat mental, tapi sejenis bimbingan/terapi agar ia mau menjalankan aktivitas sekolah seperti anak-anak lainnya. Sesudah mampu, anak saya bisa kembali ke sekolah.
Bu, rasanya anak saya bisa menulis dan membaca, walau masih mengeja-eja, hanya saja kemauannya tidak ada. Jadi, ia selalu ketinggalan di sekolah. Pertanyaannya, gangguan apakah yang dialaminya? Bagaimana mengatasinya? Apakah ia termasuk autis? Demikian keluhan saya. Terima kasih banyak.
Ibu Anik - Solo, Jateng
Ibu, pertama-tama saya tidak pernah mendengar istilah kepribadian "sucumtive". Apakah Ibu salah dengar atau pemeriksanya bukan oleh orang yang mempunyai kompetensi sebagai seorang psikolog, dan mengaku dirinya psikolog (Maaf Bu, sekarang banyak psikolog "palsu" yang suka ikut memberikan tes psikologis. Mengaku dirinya psikolog padahal hanya tenaga administratif yang dilatih untuk melakukan tes psikologis atau mungkin hanya sarjana psikologi atau sarjana pendidikan yang mengaku dirinya psikolog, atau memang seorang psikolog yang tidak kompeten. Cirinya, biasanya menawarkan biaya tes yang murah, dilakukan tes secara massal untuk anak usia TK atau kelas 1 dan 2 SD, padahal sama sekali tidak dibenarkan untuk melakukan tes massal pada anak-anak tahap usia ini! Adapula yang hanya melakukan tes selama 5 menit dan kemudian hasilnya langsung bisa diperoleh. Sangat tidak bertanggung jawab dan sudah melakukan malpraktik!).
Dari nilai kecerdasan 105 yang diperoleh putra Ibu, dan dinyatakan tergolong normal, maka seharusnya dia mampu mengikuti pendidikan di SD umum.
Apakah putra Ibu tergolong autis? Saya rasa tidak, apabila saya berpegang pada pernyataan Ibu bahwa dia bisa menjawab pertanyaan guru yang berkaitan dengan pelajaran dan selama ini dia bisa mengikuti program TK sampai SD.
Masalah tidak mau menulis harus ditinjau dari banyak faktor. Apakah di saat kecil sebelum dia siap dan matang sudah dipaksa menulis? Karena merasa dipaksa, dia mempersepsikan menulis sebagai kegiatan yang tidak menyenangkan, sebab waktu dia kecil, kemampuan motoriknya (motorik halus) masih terbatas. Kemungkinan lain, anak belum siap sekolah, belum menyadari tanggung jawabnya sebagai murid SD. Hal ini bisa berhubungan dengan pemanjaan di rumah, cenderung mudah mendapatkan apa yang diinginkan sehingga kalau menghadapi sedikit hambatan dia mudah menyerah.
Faktor ketiga, bisa jadi dia mengalami gangguan dalam aktivitas motorik halusnya, dan untuk menanggulangi hal ini perlu dilakukan terapi yang bisa ditangani oleh seorang ahli rehabilitasi medik untuk melatih kekuatan otot dan tulang belulang di sekitar tangan. Ada anak yang terlalu lemah gerakan motoriknya sehingga saat menulis gerakannya lamban, tulisan sangat tipis seperti dikerjakan oleh orang yang tidak bertenaga. Ada lagi anak yang terlalu menekan pensil sehingga tidak bisa menulis dengan cepat dan cepat lelah (pegal). Ada pula anak yang mengalami gangguan koordinasi antara mata dengan tangan sehingga memperlambat gerakan menulis dan membuatnya mudah putus asa. Kemungkinan lain, putra Ibu belum lancar membaca dan menulis sehingga sudah bisa dipastikan dia mengalami kesulitan menulis. Jalan keluar untuk masalah terakhir adalah memberikan latihan di rumah, kalau perlu panggil guru yang secara sabar bisa melatih anak, tetapi juga bukan guru yang bisa dikendalikan oleh anak.
Jalan keluar yang ditawarkan oleh guru sama sekali tidak benar dan tidak bertanggung jawab, kalau memang putra Ibu termasuk anak yang normal. Yang perlu dilakukan adalah mencari penyebab mengapa dia mengalami kendala dalam menulis dan menyerahkannya kepada ahli. Kalau dimungkinkan, lebih baik memilih sekolah yang jumlah muridnya sedikit, guru yang bisa memacu semangat anak dan bisa memahami keadaan anak. Untuk sementara waktu hanya itu yang bisa saya bantu.
KOMENTAR