Ibu Rieny yang baik,
Saya Talia (37), sempat ikut workshop tentang perselingkuhan di Klub NOVA awal tahun 2000. Saya sangat terkesan dan merasakan banyak manfaatnya. Sayang, waktunya terbatas. Seperti janji Ibu yang akan tetap berhubungan dengan peserta workshop, saya merasa mendapat dukungan dan atensi dari Ibu selama ini. Terima kasih ya, Bu. Ulang tahun saya pun Ibu ingat, lho. I am so happy, Bu.
Saya menikah 12 tahun lalu dengan T, teman kuliah setelah berpacaran selama 3 tahun, dan kini punya seorang anak laki-laki (10).
Saat baru masuk kuliah, suami mendekati saya. Tapi selama 'PDKT', suami sempat dekat dengan beberapa teman kuliahnya. Setahu saya, mereka hanya bersahabat, karena masing-masing sudah punya pacar.
Ternyata bagi mereka, suami adalah orang yang asyik diajak curhat. Bagi yang tak kenal suami secara dekat pasti akan mengira mereka pacaran saking akrabnya. Aneh dan lucunya, begitu kami pacaran, para wanita itu jadi 'aneh' sikapnya terhadap saya.
Di akhir masa kuliah, saya bekerja dengan gaji lumayan besar. Sementara suami sempat lama menganggur. Ia lalu bekerja di RS swasta sebelum bekerja di satu rumah produksi sampai kini.
Berhubung dulu kehamilan saya bermasalah, akhirnya saya memutuskan keluar kerja. Rencana kembali bekerja tertunda terus sampai kini. Saya tak pernah menyesali karena toh bisa mendampingi anak, yang alhamdulillah berprestasi di sekolahnya.
Kami masih tinggal di rumah orangtua saya. Keluarga saya termasuk golongan ekonomi menengah, tak kekurangan tapi juga tidak mewah. Saya dan keluarga akrab satu sama lain. Berbeda dengan suami yang bungsu dari 3 bersaudara.
Suami tak akrab dengan keluarganya, cenderung jauh dan kaku. Ia hanya dekat dengan ibunya yang ia jadikan idola karena bisa survive menghidupi keluarga sejak ayahnya kehilangan pekerjaan.
Sejak bekerja, suami selalu menyisihkan sebagian gajinya untuk orangtuanya. Jumlahnya cukup besar. Saya ikhlas, Bu. Sementara untuk saya, suami selalu menjatah uang bulanan dari gajinya yang tak besar itu, sebagian lagi ia tabung.
Saya tak pernah mengeluhkan besarnya uang yang saya terima, yang penting cukup untuk makan dan keperluan sekolah anak. Saya sudah tahu resiko ini sejak memutuskan tak bekerja lagi.
Suami memang 'pelit' Bu. Selama menikah, baru sekali ia mengajak saya dan anak liburan, itu pun cuma ke Bandung. Yang cukup berat adalah perilakunya yang senang 'main api'. Saat saya baru melahirkan, ia akrab dengan teman sekantornya, Y. Saya tahu hubungan mereka hanya sebatas teman curhat. Untunglah, akhirnya Y pindah kantor, lalu menikah.
KOMENTAR