Nurul Yth.,
Untuk awal pertemuan, saya masih bisa percaya Anda dihipnotis, atau sejenisnya. Tetapi, 10 tahun kan, bukan waktu yang sebentar ya. Agak sulit diterima akal bahwa orang bisa berada di bawah pengaruh sihir, hipnotis, untuk rentang waktu sepanjang itu. Tampaknya, Anda memang tipe perempuan yang cenderung pasrah saja atas apa yang terjadi pada diri Anda. Pula, belum terbiasa untuk mengangankan sesuatu bagi masa depan, yang lalu dapat Anda jadikan sebagai hal yang mendorong untuk berkarya, berbuat sesuatu untuk mewujudkannya.
Kita boleh menyebutnya cita-cita, tujuan hidup, visi, atau apa-lah. Yang penting, tanpa sebuah model, bangun rancang di dalam benak kita tentang hidup seperti apa yang kita inginkan untuk 5 tahun, 10 tahun dan saat maut menjemput nantinya, kita pasti hanya akan tenggelam dalam rutinitas sehari-hari yang lebih sering melenakan saja, ketimbang membuat kita aktif merancang, apa ya, yang kita inginkan dari hidup ini.
Ketika seorang perempuan merasa dia bisa hidup dari hari ke hari, makan ada nasi, hujan tidak basah karena ada rumah, anak-anak sekolah, suami walau kerap menjengkelkan tetapi tetap pulang ke rumah, badan juga sehat, ia sering terperangkap dalam zona rasa nyaman yang membuatnya merasa bahwa, "Ah, yang sekarang ada sudah harus disyukuri, mau apalagi sih, dari hidup ini?" Bersyukur, itu harus. Akan tetapi ketika keinginan untuk meningkatkan kualitas diri makin lama makin luntur, sebenarnya sebagai manusia, kita malah mundur lo, Bu Nurul. Karena, kualitas hidup tak pernah kita coba tingkatkan untuk lebih baik, sementara, sejalan dengan bertambahnya usia, pasti ada penurunan di sana-sini.
Kenapa individu bisa seperti "mati rasa," dalam arti terlena dalam kondisi statis begitu? Dalam diri kita ada semacam mekanisme pertahanan yang berfungsi memelihara keseimbangan jiwa dan pikiran, serta keyakinan bahwa kita bisa tetap survive di dunia ini. Mekanisme ini berkembang sejalan dengan bertambahnya usia, pendidikan, pengalaman, dan interaksi sosial kita.
Setiap orang punya mekanisme ini, makin sehat perkembangannya, makin seimbang hidupnya. Akan tetapi, ada kondisi dan pengalaman tertentu yang menyebabkan hal ini tidak atau kurang berkembang. Terlalu ditekan, hidup dalam disiplin kaku disertai pukulan, misalnya, menyebabkan perasaan negatif menguasai diri, dan mekanisme pertahanan diri pun lalu penuh kebohongan, karena tujuannya hanya menghindar dari siksaan dan bukan kita tegakkan untuk meraih hal-hal positif dalam hidup.
Lebih buruk lagi, kita malah jadi makin agresif karena akhirnya malah percaya bahwa untuk tetap bisa survive, dunia harus dilihat sebagai ancaman. Paling ringan, tetapi bila berlangsung untuk waktu lama jadi berbahaya adalah ketika kita berfantasi atau berkhayal. Ini yang paling mudah dilakukan, bukan? Hidup saya sengsara, maka saya khayalkan di ujung dunia, entah di mana, ada seseorang yang akan menjadi penyelamat saya. Maka, alih-alih kita hadapi masalah kita dan cari jalan keluar yang nyata, kita sibuk mengkhayal saja. Bahayanya, ketika ini berlangsung lama, lalu kita tak bisa lagi memisahkan yang mana kenyataan dan mana pula yang cuma khayalan kita.
Orang lain yang dekat dengan kita juga bisa jadi pemicu keyakinan-keyakinan yang salah, yang membuat kita merasa tak punya HAK untuk hidup lebih nyaman, lebih disayangi dan dihormati. Inikah yang Anda alami? Bagaimana rasanya saat suami mengatakan bahwa Anda pantas menerima semua ini? Bahwa di luar sana tak ada orang peduli pada Anda? Tua, tak pandai cari uang, mandul pula.
Maka, saran pertama, kembalikan dulu hak Anda sebagai individu. Proses ini berlangsung di dalam benak Anda sendiri pada awalnya. Yakinkan diri bahwa Andalah orang yang paling bertanggung jawab atas kesejahteraan pikiran, perasaan, dan hidup Anda. Berikutnya, Anda punya kewajiban untuk mewujudkan hidup yang nyaman bagi diri Anda. Ibaratnya kalau selama ini Anda mati suri, bangkitlah, geliatkan diri dengan mengaktifkan apa saja yang Anda miliki dan dapat dijadikan nilai tambah dalam hidup. Ganti potongan rambut, diet agar Anda tidak sesubur foto di KTP, gunakan make up sederhana, lipstik dan bedak sehari-hari. Akan akan takjub merasakan bahwa bibir yang berwarna cerah, bisa mengubah mood, suasana hati untuk lebih cerah dan ceria menjalani hari itu.
Buang daster, bergaullah, ikut pengajian, arisan, atau acara ibu-ibu di kantor suami. Pasti ada peluang untuk cari uang. Kacang goreng saat arisan, misalnya.
Anda berhak punya kesempatan mengaktualisasikan kemampuan Anda, dalam hal apa pun! Syukur-syukur bila bisa menghasilkan uang. Ketika Anda sudah merasa cukup kuat (ini bisa terjadi sebulan, dua bulan, atau setahun), pikir ulang apakah perkawinan Anda patut dilanjutkan. Sekiranya harus diakhiri, pulanglah ke Jakarta dengan tekad memulai hidup baru. Dan jangan, sekali lagi jangan, semata-mata mengharap A akan menerima Anda kembali. Jangan tergesa-gesa. Hasil yang cepat lebih sering dicapai karena kita melakukannya perlahan dan seksama, dan malah jarang diperoleh karna melakukan segala hal secara tergesa-gesa.
Kembali ke rumah Ibunda, mulai kehidupan dari awal, dan bila kemudian mantan suami dan anak Anda memang welcome, tak ada salahnya mengembalikan keutuhan keluarga yang telah sekian lama terbengkelai. Kali ini manfaatkan kesempatan kedua untuk bersama-sama A dengan lebih bijak ya? Artinya, jangan biarkan diri Anda melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri. Yakinkan diri bahwa Anda mampu. Yang penting, semangat untuk berubah jangan meleleh, ya, Bu Nurul. Anda sangat berhak untuk merasa nyaman, bahagia, dicintai dan mencintai. Berjuanglah untuk semua ini. Salam sayang.
Oleh: Rieny Hasan
KOMENTAR