TabloidNova.com - Meski kini pendidikan karakter mulai digaungkan pemerintah, sekolah berbasis pendidikan karakter sebetulnya sudah ada sejak lama. Dengan pendidikan karakter sebagai fokusnya, porsi untuk hal ini lebih besar dibanding pendidikan akademik dan lainnya di sekolah. Di School of Universe (SoU) yang didirikan Lendo Novo, misalnya, pendidikan akhlak menempati porsi terbesar, yaitu 80 persen.
Cerdas secara intelektual dan mampu menghasilkan karya yang berguna bagi banyak orang sekalipun, pada akhirnya akan sia-sia bila digunakan untuk hal yang negatif, buruk, atau merugikan, baik manusia maupun alam. Maka, pembentukan karakter yang baik menjadi salah satu kunci pendidikan di sekolah berbasis pendidikan karakter.
"Diharapkan, ketika lulus mereka bisa menjadi rahmatan lil alamin atau istilahnya ramah lingkungan. Jadi, tidak sombong, suka menolong, tidak ingkar janji, disiplin," ujar Lendo.
Sekolah modern berbasis agama di Indonesia banyak yang menjalankan pendidikan karakter seperti ini. Meski sekolah membekali siswa dengan pendidikan karakter lewat kurikulum dan kegiatannya, tak serta-merta orangtua bisa "bebas merdeka" lantaran merasa tugas ini sudah diambil alih oleh sekolah.
"Justru, dalam hal ini orangtua menjadi mitra sekolah, bersama-sama menjalankan tugas ini. Kalau orangtua tidak terlibat, percuma," ujar Lendo.
Misalnya, anak diajarkan berdisiplin di sekolah, tapi ketika di rumah orangtua membiarkannya melanggar aturan, maka anak akan bingung yang mana yang benar, dan karakter yang baik sulit terbentuk. Baik buruknya karakter anak, menurut Lendo, sepenuhnya berada di tangan orangtua, karena anak lebih banyak berada di rumah daripada di sekolah.
"Kontribusi dari sisi waktu dan teladan lebih banyak dari orangtua. Jadi, kalau ingin membenahi pendidikan Indonesia, benahi dari keluarga dulu."
Apa saja yang bisa dibekalkan orangtua pada anaknya untuk menghadapi masa dewasanya? Antara lain adalah pembentukan akhlak, pengetahuan, leadership, dan bisnis. Inilah hal-hal yang diajarkan dalam sekolah berbasis karakter. Sehingga, diharapkan ketika lulus dan dewasa kelak, siswa bisa mandiri dan tidak merepotkan orangtua dengan berbagai masalah.
Pembentukan akhlak hanya bisa dilakukan para guru dan orangtua dengan satu cara, yaitu memberikan teladan alias contoh yang baik. Sebab, akhlak tidak bisa diajarkan secara teori. "Akhlak itu harus applied (terapan). Kalau ingin anak jujur, orangtua dan guru juga harus berperilaku jujur. Kalau mau anak membuang sampah di tempatnya, orangtua dan guru juga harus begitu," tandas Lendo.
Meski terkesan sederhana, menurut Lendo praktiknya tidak mudah. Ketika guru buang sampah sembarangan, misalnya, guru harus ikhlas diingatkan siswa dan berterima kasih atas hal itu, bukan malah marah. Sedangkan pengetahuan bisa didapat dengan teori dan praktik ilmu serta teknologi. Sementara, konsep leadership dijabarkan dalam kurikulum untuk membentuk jiwa kepemimpinan siswa.
Sekolah yang tidak pernah melatih jiwa kepemimpinan siswanya, menurut Lendo, tidak akan melahirkan pemimpin. Salah satu metode yang dipakai adalah outbound dengan mengajarkan kerja sama tim, membentuk rasa saling percaya, memecah ketakutan, dan berani agar muncul kreativitas. Sementara, bisnis dilakukan dengan sistem magang langsung pada pengusaha. Cara ini dianggap ideal.
"Yang paling banyak melahirkan pengusaha adalah bisnis keluarga. Kalau bapaknya punya usaha dan anaknya biasa ikut terlibat sejak kecil, biasanya setelah dewasa dia akan jadi pengusaha sukses," ujar Lendo.
Ia menambahkan, siswa yang mendapat pendidikan karakter yang baik akan lebih matang pola berpikirnya dibandingkan anak seusianya. Pendidikan karakter, menurutnya lebih baik bila diberikan pada anak sejak dini. Agar lebih menyenangkan anak, alam sekitar bisa menjadi media pembelajaran.
Hasuna Daylailatu
KOMENTAR