Sejak kapan Anda belajar main gitar?
Umur delapan tahun. Awalnya kakak perempuan saya suka main gitar. Teman-temannya sering datang ke rumah, jadi saya ikutan belajar dari teman kakak. Waktu SD saya pernah buat band rock. Membawakan lagu-lagunya Beatles, Rolling Stones, Deep Purple.
Sebagai orang Bali, darah seni pasti kental dalam keluarga Anda.
Ya, tapi hanya saya yang menekuni gitar. Ayah saya lebih ke ukiran dan patung.
Teknik bermain gitar Anda tak biasa.
Saya ingin sesuatu yang beda. Kalau sudah bermain gitar sejak kecil, pasti ingin yang baru. Kalau tidak, pasti akan cepat bosan. Awalnya saya melihat pemain bas yang bermain seperti itu, lalu saya coba-coba sendiri dan kembangkan lagi.
Anda lebih terkenal di Australia dan Eropa ketimbang di Indonesia?
Saya kuliah di Australian Institute of Music selama tiga tahun, tapi tinggal di Australia selama lima tahun. Setelah lulus, saya sempat mengajar di kampus. Selain itu, di sana sering ada pertunjukkan, saya pun ikut bermain. Sekitar tahun 1996 saya sempat kembali ke Indonesia, tapi tren lagu Indonesia tidak sesuai dengan musik saya. Dulu saya dianggap manusia paling aneh. Sehingga saya sering tampil di luar negeri.
(Putra kelima dari tujuh bersaudara ini baru saja kembali dari International Guitar Festival 09 Road Tour di Kota Mainz, Edenkoben, Berlin, dan Norwegia. Festival ini merupakan wadah pertemuan gitaris dari setiap benua untuk unjuk kebolehan bermain gitar dengan ciri khas tersendiri. Setiap benua mengirimkan satu kontingen dan Balawan mewakili Asia)
Apa yang paling menarik dari festival yang baru saja Anda ikuti?
Saya mendapatkan banyak pengalaman. Saya sampai terkesima melihat pemain gitar dari negara lain. Mereka hanya memainkan gitar akustik, tapi hasilnya sudah sebagus itu. Dari segi profesionalisme, permainan, dan teknik, Indonesia jelas kalah jauh dari negara lain. Saya menyayangkan kenapa di Indonesia tidak ada ajang seperti ini untuk mengasah kemampuan generasi muda.
Bagaimana apresiasi penonton Indonesia terhadap musik Anda?
Orang Indonesia, terutama orang Jakarta, tuh, kadang cuma senang rame-ramenya. Paling dari 100 persen yang datang ke konser, hanya 20 persen saja yang benar-benar menikmati musiknya. Sisanya cuma pengen ngeceng sama teman-temannya. Saya sering banget main di Jakarta yang penontonnya malah sibuk ngobrol, kalau yang lain tepuk tangan, ikut tepuk tangan, lalu ngobrol lagi. Saya jadi malas mainnya.
Penggemar saya kebanyakan para pemain musik pula. Kalau ibu-ibu hanya ingin foto bareng.
KOMENTAR